Mangut Lele Mbah Marto Bantul
FeatureHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Tempat makan Mangut Lele Mbah Marto di Bantul, Yogyakarta. Foto M Julnis Firmansyah

Yogyakarta, tvrijakartanews - Sambil bermandi asap, Samidi (70 tahun), bersemangat menunjukkan salah satu lele yang tengah diasapi di dapur pengasapan Mangut Lele Mbah Marto Ijoyo, Bantul, Yogyakarta. Besan dari Mbah Marto, pemilik usaha itu, bercerita lele mangut yang ada di warungnya berbeda dengan usaha mangut lainnya.

"Banyak yang sudah jualan mangut lele, tapi rasanya berbeda dengan yang di sini. Kami yang asli," kata Samidi kepada TVRI Jakarta News, Minggu (29/12/2024).

(Samidi saat menunjukkan salah satu lele yang tengah diasapi. Foto M Julnis Firmansyah)

Usaha menjaga keaslian itu salah satunya dengan mengikuti resep original yang dipakai Mbah Marto dari awal berjualan pada tahun 1969. Meski Mbah Marto sudah berpulang pada November 2024, Samidi menjamin citarasa mangut lelenya tetap seperti dulu.

"Misalnya kami tetap pakai batang daun kelapa untuk mengasapi lele selama satu jam. Selama proses pengasapan, minyak dari batang daun kelapa mengeluarkan minyak alami yang bikin lelenya semakin gurih tanpa dibumbui apapun," kata Samidi.

Tak percuma usaha Samidi dan penerus lainnya mengikuti resep original empunya, sebab Mangut Lele Mbah Marto Ijoyo tetap menjadi kuliner primadona Yogyakarta. Bahkan di musim libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024, per harinya warung yang terletak di dalam gang itu harus memasak hingga 5 kuintal lele karena tingginya tamu yang datang.

(Suasana dapur legendaris Mangut Lele Mbah Marto. Foto M Julnis Firmansyah)

Samidi bercerita para pengunjung warungnya itu tak cuma berasal dari sekitar kawasan Yogyakarta, tapi juga luar Pulau Jawa.

"Banyak yang datang dari Lampung. Di sana ada juga mangut lele, tapi berbeda sama yang di sini," kata Samidi.

Dari pantauan di lokasi, memang tempat makan UMKM itu masih banyak diserbu pengunjung dari luar daerah. Mereka rata-rata ingin merasakan hidangan lele bakar dengan kuah dan memiliki rasa pedas.

"Kalau ke Yogyakarta saya pasti ke sini. Rasanya ngangenin," ujar Rahman, salah seorang pengunjung yang datang dari Bandung, Jawa Barat.

Rahman datang dengan memboyong anak dan istrinya. Ia rela menyetir kendaraan roda empat ratusan kilometer demi menghabiskan liburan di Yogyakarta dan tentunya menikmati hidangan Lele Mangut Mbah Marto Ijoyo.

Sejarah Mangut Lele Mbah Marto Ijoyo

Dalam kesempatan yang sama, Po Niman bercerita perjuangan ibunya membangun usaha tersebut. Ia merupakan putra sulung Mbah Marto yang kini meneruskan usaha itu.

Po Niman mengatakan orang tuanya itu awalnya berjualan pada tahun 1970 hingga 1983 dengan cara menggendong dagangannya berkeliling dari Sewon ke Pasar Beringharjo hingga kawasan Keraton Yogyakarta. Tanpa sepeda, tanpa kendaraan, Mbah Marto menggendong masakannya itu.

"Simbok bukan orang kaya, sepeda aja nggak punya. Simbok berjualan dengan cara digendong sampai Pasar Beringharjo yang jaraknya tujuh kilometer dari sini, lalu keraton hingga hanya Plengkung Gading," kata dia.

"Semakin lama semakin ke selatan karena usia terus bertambah. Tahun 1986 akhirnya menetap hanya berjualan di kampung," jelas Po Niman, yang kini meneruskan warisan kuliner ibunya.

"Saya mewakili keluarga Mangut Lele Mbah Marto, yang sudah puluhan tahun melayani pelanggan dari Nusantara bahkan internasional, memohon maaf bila ada kesalahan yang disengaja maupun tidak. Semoga Simbok diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT," kata Po Niman.