DJP Ungkap Terima Pajak Digital dari Kripto dan Fintech Sebesar Rp27,85 Triliun
EkonomiNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Ilustrasi Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP). (Tangkap layar laman resmi DJP)

Jakarta, tvrijakartanews - Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp27,85 triliun hingga 31 Agustus 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan jumlah itu berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak kripto, pajak fintech (P2P lending) dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP).

"PPN PMSE sebesar Rp 22,3 triliun, pajak kripto sebesar Rp 875,44 miliar, pajak fintech sebesar Rp 2,43 triliun, dan pajak SIPP sebesar Rp 2,25 triliun," kata Dwi dalam keterangan tertulis, Kamis (12/9/2024).

Dwi menambahkan untuk PMSE sampai Agustus 2024 pemerintah telah menunjuk 176 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut termasuk dua penunjukan pemungut PPN PMSE dan satu pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE.

"Penunjukan di bulan Agustus 2024 yaitu THE World Universities Insights Limited dan Cloudkeeper (Singapore) PTE. LTD. Pembetulan di bulan Agustus 2024 yaitu Freepik Company, S.L," tuturnya.

Menurut Dwi, Penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp875,44 miliar sampai dengan Agustus 2024. Penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp408,16 miliar penerimaan 2024.

"Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp411,12 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp464,32 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger," ucapnya.

Sedangkan pajak fintech (P2P lending), Dwi menuturkan ) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp2,43 triliun hingga Agustus 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp872,23 miliar penerimaan tahun 2024.

"Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp765,27 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp354,2 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp1,31 triliun," jelasnya.

Dikatakan Dwi, penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP, hingga Agustus 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp 2,25 triliun. Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp1,12 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp726,41 miliar penerimaan tahun 2024.

"Untuk penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp152,74 miliar dan PPN sebesar Rp2,09 triliun," ungkapnya.

Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field), Dwi menjelaskan bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.

"Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah," pungkasnya.