Eks Penyidik KPK Ungkap Perjalanan Kasus Paulus Tannos, Tersangka Peran Kunci di Korupsi e-KTP
NewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Paulus Tannos, buronan KPK dalam kasus korupsi e-KTP. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Mantan penyidik senior KPK RI, Praswad Nugraha, menceritakan perjalanan kasus korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Paulus Tannos yang kini sudah ditangkap oleh otoritas keamanan Singapura. Ia menyebut perjalanan panjang kasus ini berawal saat Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka pada 2019 bersama sejumlah nama besar, termasuk Setya Novanto dan Markus Nari.

Sebagai salah satu pemimpin konsorsium pelaksana proyek e-KTP di bawah bendera PT Sandipala Arthaputra, Praswad menyebut Tannos memiliki peran kunci dalam kasus ini.

"Pada 2022, KPK mengajukan red notice ke Interpol, tetapi upaya ini terganjal banding dari pihak Tannos. Meski demikian, pada 2023, Indonesia dan Singapura mengesahkan perjanjian ekstradisi yang mulai berlaku efektif Maret 2024," ujar Praswad dalam keterangannya, Senin (27/1/2025).

Kemudian pada November 2024, KPK mengajukan provisional arrest atas Tannos kepada pengadilan Singapura. Permohonan ini disetujui, dan pada 17 Januari 2025, otoritas Singapura melalui Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) menangkap Tannos dan menahannya di Rumah Tahanan Changi.

Praswad menegaskan bahwa penangkapan ini menjadi peringatan bagi buronan lainnya. Dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 2023 tentang perjanjian ekstradisi, buronan yang melarikan diri ke Singapura tidak lagi aman dari jerat hukum Indonesia.

“Ini adalah pesan jelas bahwa hukum tidak akan berhenti mengejar pelaku tindak pidana, apa pun upaya mereka untuk kabur. Perubahan status kewarganegaraan, seperti yang dilakukan Tannos, juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana tambahan karena menghalang-halangi penyidikan," jelas Praswad.

Ia menambahkan, tindak korupsi yang dilakukan Tannos terjadi saat dirinya masih berstatus WNI dan berada di wilayah Indonesia. Sehingga, Tannos tetap berada dalam lingkup hukum Indonesia berdasarkan asas nasionalitas aktif meskipun saat ini sudah berkewarganegaraan Afrika Selatan.

Praswad mengapresiasi sinergi yang terjalin antara KPK, Kejaksaan, Interpol, dan Pemerintah Singapura dalam kasus ini.

“Ini adalah contoh nyata kerja sama antarlembaga dalam mengejar buronan korupsi. Saya harap sinergi seperti ini terus dipertahankan untuk menegakkan keadilan di masa depan," tegasnya.

"Ini adalah langkah yang telah lama kita nantikan. KPK menunjukkan semangat luar biasa meski sempat menghadapi hambatan dalam penangkapan di Bangkok pada 2023. Namun, mereka tidak menyerah hingga akhirnya berhasil menangkap Paulus Tannos di Singapura," sambungnya.

Dengan masa penahanan awal selama 45 hari, pemerintah Indonesia kini memiliki waktu untuk melengkapi seluruh dokumen yang diperlukan agar ekstradisi Tannos ke Jakarta dapat segera dilakukan.

“Panjang umur penegakan hukum, dan selamat kepada KPK atas capaian luar biasa ini,” tutup Praswad.