Mengenal Hiperhidrosis: Keringat Berlebihan dan Penanganannya
NewsHot
Redaktur: Citra Sandy Anastasia

Dr. Stella Aprilia, Sp.BT, spesialis bedah toraks, kardiak, dan vaskular Eka Hospital Cibubur

Bogor, tvrijakartanews - Keringat merupakan cara alami tubuh untuk mendinginkan diri, namun ada sebagian orang yang mengalami keringat berlebihan meskipun tidak ada kebutuhan untuk mendinginkan tubuh.

Kondisi ini dikenal dengan nama hiperhidrosis, dan meskipun bukan merupakan kondisi yang berbahaya, namun dapat mengganggu kualitas hidup dan menurunkan kepercayaan diri.

Dr. Stella Aprilia, Sp.BT, spesialis bedah toraks, kardiak, dan vaskular Eka Hospital Cibubur menjelaskan bahwa hiperhidrosis terjadi ketika seseorang berkeringat secara berlebihan tanpa sebab yang jelas, seperti suhu panas atau aktivitas fisik.

"Penyebab dari hiperhidrosis primer tidak sepenuhnya diketahui, tetapi diduga berkaitan dengan faktor genetik, serta adanya gangguan pada sistem saraf yang mengendalikan kelenjar keringat," ujarnya.

Hiperhidrosis dapat dibagi menjadi dua jenis utama. Hiperhidrosis primer adalah kondisi yang sering dimulai pada masa kanak-kanak atau remaja, dengan keringat berlebihan yang terjadi pada area tertentu seperti telapak tangan, kaki, ketiak, atau wajah.

Sementara itu, hiperhidrosis sekunder adalah kondisi yang disebabkan oleh masalah medis lain, seperti penyakit tiroid, diabetes, infeksi, atau efek samping obat-obatan.

Penyebab dari hiperhidrosis primer sendiri adalah aktivitas berlebihan dari sistem saraf yang mengendalikan kelenjar keringat. Selain itu, stres juga dapat memicu munculnya keringat berlebih.

Sementara pada hiperhidrosis sekunder, kondisi ini muncul sebagai gejala dari penyakit lain, yang harus didiagnosis dengan tepat agar penanganan yang diberikan bisa lebih efektif.

Berkat kemajuan teknologi medis, berbagai pilihan pengobatan kini tersedia untuk mengelola hiperhidrosis, di antaranya antiperspirant yang mengandung aluminium klorida yang membantu menyumbat sementara kelenjar keringat.

Ada juga prosedur iontophoresis yang menggunakan aliran listrik ringan melalui air untuk mengurangi aktivitas kelenjar keringat, terutama di telapak tangan dan kaki. Selain itu, suntikan botox dapat digunakan untuk memblokir sinyal saraf yang memicu keringat, yang efektif pada ketiak.

Obat antikolinergik juga bisa digunakan untuk mengurangi aktivitas kelenjar keringat di seluruh tubuh. Sebagai pilihan terakhir, prosedur Simpatektomi Torakoskopik Endoskopi (ETS) dapat dilakukan untuk memotong atau menjepit saraf yang mengendalikan keringat di area tertentu.

“Pengobatan yang tepat dapat memberikan hasil yang sangat baik, dengan banyak pasien yang merasa kualitas hidup mereka meningkat setelah penanganan yang sesuai,” jelas Dr. Stella.

Bagi pasien yang menjalani operasi ETS, efek samping yang sering muncul adalah compensatory sweating, atau keringat berlebihan yang terjadi di area tubuh lain. Hal ini bisa terjadi setelah jalur keringat utama diblokir oleh prosedur bedah.

Meskipun demikian, bagi banyak pasien, efek ini masih dianggap lebih ringan dibandingkan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh hiperhidrosis itu sendiri.

Meskipun hidup dengan hiperhidrosis bisa mengganggu, kondisi ini dapat dikelola dengan baik. Diagnosis yang tepat dan rencana pengobatan yang dipersonalisasi akan membantu pasien mendapatkan kembali kontrol atas tubuh mereka serta meningkatkan rasa percaya diri.

“Jika Anda merasa terganggu dengan keringat berlebihan, jangan ragu untuk mencari bantuan medis agar penanganan yang tepat bisa segera dilakukan,” ujar Dr. Stella.