Tolak Kebijakan Program Tapera "Potek" Upah Pekerja 3 Persen, Said Iqbal: Merugikan Buruh
NewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Presiden Partai Buruh Said Iqbal saat memberikan keterangan pers usai menghadiri aksi buruh dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2024). (Foto: Chaerul Halim).

Jakarta, tvrijakartanews - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak program tabungan perumahan rakyat (Tapera). Sebab, program Tapera terkesan terlalu memaksakan karena memotong upah buruh sebesar 30 persen setiap bulannya.

"Persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera," kata Said Iqbal dalam keterangan resminya, Rabu (29/5/2024).

Said Iqbal menjelaskan sejumlah alasan KSPI dan Partai Buruh menolak Program Tapera yang tengah dijalankan saat ini. Salah satunya adalah belum adanya kepastian apakah buruh akan mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera.

"Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera," kata dia.

Secara perhitungan matematis, lanjut Said Iqbal, iuran Tapera sebesar 3 persen (yang dibayar pengusaha 0,5 persen dan dibayar buruh 2,5 perses ) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK.

Sebab, upah rata-rata buruh Indonesia saat ini adalah Rp 3,5 juta per bulan, sehingga apabila dipotong 3 persen, maka iurannya hanya sekitar Rp 105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun. Artinya, uang yang terkumpul dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, yakni sebesar Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.

“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah," ucap Said Iqbal.

Berdasarkan hal itu, Presiden Partai Buruh itu menilai Program Tapera yang bertujuan agar buruh memiliki rumah dengan membayar iuran 3 persen adalah kemustahilan belaka.

"Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” imbuh dia.

Di satu sisi, Said Iqbal mengatakan, besaran iuran program Tapera juga membebankan buruh lantaran upah pekerja saja hampir tiga tahun tak mengalami kenaikan.

Padahal, sebagaimana amanat UUD 1945, pemerintah bertanggung jawab dalam menyiapkan dan menyediakan rumah untuk rakyat yang murah, seperti program jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah.

"Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh. Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat,” kata Said Iqbal.

Untuk itu, Said Iqbal menegaskan, program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang ini, sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan.