Ilustrasi rupiah. (Tvrijakartanews/ John Abimanyu)
Jakarta, tvrijakartanews - Nilai tukar rupiah ditutup menguat 7,50 poin atau 0,05 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Penguat mata uang garuda ini didorong antisipasi indeks harga PCE, yang akan dirili pada hari Jumat.
Data dari Bloomberg, rupiah menguat 7,50 poin atau 0,05 persen di level Rp16.405 per dolar AS. Sedangkan data Yahoo Finance, rupiah menguat 4 poin atau 0,02 persen di level Rp16,395 per dolar AS.
Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan arus masuk ke dolar terutama didorong oleh antisipasi data indeks harga PCE, yang akan dirilis pada hari Jumat.
"Angka tersebut merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, dan diperkirakan akan menjadi faktor dalam sikap bank sentral terhadap suku bunga," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Ibrahim menambahkan data PCE diperkirakan menunjukkan inflasi sedikit menurun pada bulan Mei, namun tetap berada di atas target tahunan The Fed sebesar 2 persen.
"Inflasi yang stagnan memberi The Fed lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama sebuah skenario yang berdampak buruk bagi emas dan logam mulia," jelasnya.
Dikatakan Ibrahim, komentar hawkish dari pejabat Fed juga memperkuat ekspektasi akan tingginya suku bunga dalam beberapa sesi terakhir. Suku bunga yang lebih tinggi akan meningkatkan biaya peluang (opportunity cost) dalam berinvestasi pada aset-aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding), dan membuat para pedagang menjadi lebih bias terhadap dolar dan utang AS.
Sebelumnya, kata Ibrahim, gubernur Fed Michelle Bowman mengatakan bank sentral AS kemungkinan akan mempertahankan suku bunga stabil "untuk beberapa waktu" dalam upaya membantu mengendalikan "peningkatan" inflasi.
"Selain itu, menambahkan bahwa ia tidak memperkirakan bank sentral akan melakukan hal yang sama. memotong biaya pinjaman pada tahun 2024," pungkasnya.
Bowman yang biasanya dipandang sebagai salah satu tokoh The Fed yang bersuara lebih hawkish, menyatakan bahwa penurunan suku bunga belum “pantas” dilakukan, dan ia menambahkan bahwa ia tetap “bersedia” untuk menaikkan suku bunga lebih jauh jika kemajuan dalam upaya mengendalikan inflasi terhenti atau berbalik arah.