Fadli Zon Targetkan Gaung Diplomasi Budaya Indonesia di Jepang
FeatureNewsHot
Redaktur: Citra Sandy Anastasia

Pameran “Jalinan Waktu: Pewarnaan dan Tenunan Wastra Indonesia dan Jepang” / foto: Citra Sandy Anastasia

Jakarta, tvrijakartanews - Pameran internasional bertajuk “Jalinan Waktu: Pewarnaan dan Tenunan Wastra Indonesia dan Jepang” resmi dibuka di Museum Nasional Indonesia, Jumat (24/10/2025). Kolaborasi antara Museum dan Cagar Budaya unit Museum Nasional Indonesia dan Museum Nasional Tokyo ini menandai babak baru diplomasi budaya antara dua negara dengan sejarah panjang hubungan kebudayaan sejak era Zaman Edo (1603–1868).

Pameran dibuka secara resmi oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, dan akan berlangsung hingga 7 Desember 2025. Mengusung tema Threading Across Time, pameran ini menghadirkan 26 koleksi wastra Jepang yang sebagian besar berupa kimono bersejarah, serta karya wastra Indonesia seperti batik, songket, ikat, dan ulos.

Dalam sambutannya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan apresiasinya terhadap pameran ini yang berhasil membuka ruang dialog budaya lintas negara.

“Pameran ini menjadi jembatan budaya antara Indonesia dan Jepang. Kita bisa melihat bahwa dialog budaya antarbangsa sudah terjadi sejak lama, bahkan sejak abad ke-17. Motif-motif batik Indonesia telah banyak diserap dalam corak kimono Jepang,” ujarnya.

Fadli juga menilai bahwa kegiatan ini bukan sekadar menampilkan keindahan estetika kain, tetapi juga memperkuat diplomasi budaya antara dua bangsa.

“Melalui wastra, kita saling memahami pengetahuan, identitas, dan nilai yang hidup dalam masyarakat. Kolaborasi ini menunjukkan bagaimana budaya bisa menjadi penghubung lintas waktu dan generasi,” tambahnya.

Kesuksesan pameran “Jalinan Waktu” di Jakarta juga membuka peluang bagi Indonesia untuk menggelar pameran serupa di Jepang.

“Kita ingin juga berpameran di sana. Kemarin saat Osaka Expo, paviliun Indonesia dikunjungi lebih dari 3,5 juta orang. Antusiasme masyarakat Jepang luar biasa terhadap budaya kita, termasuk topeng, wastra, dan karya seni Nusantara lainnya,” jelasnya.

Langkah ini diharapkan menjadi kelanjutan dari diplomasi budaya yang tidak hanya menampilkan warisan masa lalu, tetapi juga mendorong ekosistem industri kreatif agar terus tumbuh berkelanjutan.

“Kalau ekosistemnya tumbuh, pelestarian budaya akan berkesinambungan. Seperti batik — dulu jarang dipakai, sekarang menjadi bagian dari gaya hidup dan kebanggaan nasional. Itu yang ingin kita capai juga untuk wastra Nusantara lainnya,” tutup Fadli Zon.