
Foto : Dokumentasi Isty/TVRI. Dokter spesialis anak Marissa Tania Stephanie Pudjiadi dari Eka Hospital BSD
Tangerang, tvrinewsjakarta - Isu gagal ginjal yang diderita anak-anak saat ini menjadi momok menakutkan bagi orang tua. Terlebih lagi dengan beredarnya video di mwdia sosial yang menunjukan puluhan anak-anak mengantri untuk melakukan hemodialisa atau cuci darah RSCM.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang Dini Anggraeni menyatakan bahwa orang tua perlu memahami alasan mengapa ada anak yang harus menjalani hemodialisis. Hemodialisis sendiri adalah prosedur perawatan yang menyaring limbah dan cairan dari darah, mirip dengan fungsi ginjal.
“Selain menyaring dan mengeluarkan racun di tubuh, hemodialisis juga membantu menyeimbangkan mineral penting seperti kalsium, kalium dan natrium serta mengontrol tekanan darah. Prosedur ini diperlukan bagi pasien yang menderita penyakit jantung kronis atau gagal ginjal,” jelasnya pada Rabu (31/7/2024).
Lanjutnya, cuci darah ditujukan untuk mencegah penumpukan racun dalam tubuh akibat kerusakan ginjal. Ini direkomendasikan untuk pasien dengan gagal ginjal kronis atau ketika fungsi menurun hingga 15 persen.
“Tujuan cuci darah membantu ginjal menjalankan fungsinya dalam tubuh. Jika pasien gagal ginjal tidak menjalani transplantasi, prosedur ini perlu dilakukan secara rutin. Namun, kerusakan ginjal juga dapat dicegah, dengan melakukan skrining fungsi ginjal sebelum terlambat,” katanya.
Sementara itu, Dokter spesialis anak Marissa Tania Stephanie Pudjiadi dari Eka Hospital BSD ada banyak hal yang menyebabkan anak-anak harus melakukan hemodialisis. Salah satunya adalah gagal ginjal yang diderita anak-anak, namun kasus gagal ginjal pada anak ini biasanya memang merupakan penyakit bawaan lahir dan bukan secara tiba-tiba terkena gagal ginjal. Situasi ino berbeda dengan kasus gagal ginjal yang tiba-tiba menyerang anak akibat kandungan dalam obat sirup.
"Anak-anak yang sejak dini harus melakukan cuci darah biasanya memang punya penyakit bawaan dari lahir. Bukan secara tiba-tiba sakit karena pola hidup yang tidak sehat, meskipun hal itu juga bisa menjadi masalah di kemudian hari," ujarnya.
Terkait pola hidup anak-anak yang saat ini banyak mengkonsumi minuman dengan kadar gula tinggi, Marrisa mengatakan bahwa hal tersebut bisa mengakibatkan efek jangka panjang pada anak. Tidak menutup kemungkinan, jika nanti saat anak tersebut beranjak remaja mengalami obesitas, bahkan bisa saja mengidap diabetes akibat pola hidup yang tidak sehat.
"Mengkonsumsi makanan tinggi gula itu akibatnya jangka panjang apabila dikonsumsi secara berlebihan. Kalau sudah obesitas, biasanya akan terkena penyakit metabolik lainnya seperti diabetes yang berujung kerusakan ginjal," lanjut Marissa.
Untuk penyakit gagal ginjal sendiri, Marrisa menjelaskan ada dua tipe gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut bersifat mendadak, biasanya memiliki penyakit penyerta seperti diare akut, infeksi, atau syok demam berdarah. Gagal ginjal tipe ini bersifat sementara dan bisa sembuh kembali.
Sementara untuk gagal ginjal kronik, fungsi ginjal pasien akan menurun perlahan. Hal ini yang diakibatkan oleh pola hidup yang tidak sehat dalam jangka waktu yang lama. Jika hal ini tidak segera diobati, pasien akan sampai pada stadium 5 dimana hemodialisis harus segera dilakukan.
"Pada gagal ginjal kronis ini dibagi dari stadium 1 sampai terburuk di stadium 5. Pada stadium 1 hingga 2, pasien tidak akan ada gejala sama sekali, jadi bisa saja anak ataupun orang tua tidak menyadari sama sekali kalau dia mengalami gagal ginjal,"ungkap Marissa.
Marrisa pun berpesan, meskipun makanan tinggi gula dan garam tidak langsung mempengaruhi kesehatan anak, namun orang tua perlu menakar jumlah gula dan garam yang dikonsumsi anak. Jika tidak diperhatikan, maka berbagai penyakit metabolik akan diderita anak di kemudian hari.

