OJK Sebut Indonesia Bertengger di Posisi ke-7 dengan Jumlah Investor Kripto Terbesar
EkonomiNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Hasan Fawzi. (Tangkap layar akun YouTube OJK)

Jakarta, tvrijakartanews - Otoritas Jasa Keuangan melihat tingkat adaptasi investor kripto dalam negeri memang sangat cepat. Saat ini Indonesia bertengger di peringkat ke-7 dengan jumlah investor kripto terbesar di dunia sejak 2023.

"Bahkan dalam global crypto adoption dalam perspektif global Indonesia terbesar ke-5. Hal ini menunjukkan minat besar di aset kripto," kata Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Hasan Fawzi dalam konferensi pers RDKB melalui daring, di Jakarta, Senin (5/8/2024).

Hasan menjelaskan dari data survey berbagai sumber terkait adopsi aset krpto termasuk di negara Indonesia. Untuk kelompok investor aset kripto nasional masih masuk dalam kategori level awal atau early stage.

"Karenanya kami melihatnya tidak sepenuhnya pergeseran investor pasar saham ke pasar kripto dalam hal ini. Sebab untuk setiap pasar instrumen baik transaksi maupun investasi sebetulnya memiliki karakteristik sendiri-sendiri sesuai profil risiko," tuturnya.

Ke depannya OJK melihat peluang terbuka untuk kedua aset ini saling melengkapi serta meningkatkan literasi dan awareness maupun budaya berinvestasi.

"Terlebih jika melihat semakin berkembangnya teknologi dan aplikasi investasi yang memanfaatkan sarana blockchain maupun artificial intelligent," imbuhnya.

Sebagai informasi, pada perdagangan hari ini, Bitcoin saat ini jatuh ke level US$ 53.000 karena kepanikan pasar dan Etherum (ETH) kembali bergerak di zona negatif. Ketidakpastian pasar tercermin saat Nikkei Jepang turun lebih dari 6 persen pada hari Senin pagi, menjadikan penurunan indeks selama tiga hari menjadi sekitar 15 persen.

Mengutip data Coindesk, Bitcoin turun 12 persen dalam 24 jam terakhir dan 20 persen dalam sepekan. Penyebab terjadinya koreksi besar-besaran di pasar kripto dan pasar keuangan tradisional lainnya adalah arah kebijakan dari bank sentral global, termasuk The Fed yang masih urung menurunkan suku bunga dan Bank of Japan, yang minggu lalu malah menaikkan suku bunga acuannya.