
Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun. (Foto: istimewa).
Jakarta, tvrijakartanews - Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI-P Komarudin Watubun mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bersikap adil dan proaktif untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah menjadi 7,5 persen.
Dia pun mengungkit langkah KPU yang saat itu sangat proaktif dalam menindaklanjuti putusan MK soal ambang batas persyaratan usia calon pada Pilpres 2024, sehingga dalam hari libur saja KPU bisa mengakomodir putusan itu menjadi karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
"KPU harus proaktif. Supaya jangan dibilang dia berat sebelah. Jangan kemarin keputusannya Gibran itu hari libur saja, dia semangat tinggi itu. Jadi yang ini juga harus semangat yang sama," kata Komarudin di DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
Untuk itu, Komarudin menilai tak ada alasan lagi buat KPU yang menginginkan konsultasi terlebih dulu dengan DPR hanya demi memperpanjang waktu untuk mengubah Peraturan KPU.
Dia pun berharap, putusan MK ini tak menjadi polemik berkepanjangan.
"Iya, dulu calon wakil presiden tanpa konsultasi dia buat-buat. Jadi jangan dia mengundang polemik berkepanjangan, ya KPU harus bertindak adil," imbuh dia.
Adapun MK mengubah ambang batas atau threshold mengenai persyaratan pencalonan kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024 melalui Putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.
"Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Sebab, Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu dinyatakan inkonstitusional, sehingga berdampak pada Pasal 40 ayat (1).
Maka dari itu, MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah tak dimaknai lagi dengan 25 persen dari akumulasi perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik, atau 20 persen jumlah kursi DPRD. Artinya, putusan itu membuka peluang bagi PDI-P untuk bisa mengusung calonnya sendiri pada Pilkada Jakarta.

