Tak Cukup Waktu, Alasan DPR Batal Sahkan RUU Pilkada
NewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Gedung DPR RI. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan alasan pihaknya membatalkan pengesahan Revisi Undang-Undang Pilkada. Awalnya, politikus Partai Gerindra itu ingin mengesahkan RUU tersebut hari ini melalui rapat paripurna, namun gagal terlaksana karena jumlah peserta sidang yang tidak kuorum.

Dasco menyebut pihaknya kehabisan waktu untuk menggelar rapat paripurna pengesahan tersebut, sehingga RUU Pilkada dipastikan tak dapat disahkan.

"Mau bikin paripurna lagi, itu kan harus ada rapim, harus ada Bamus. Dan harus memenuhi ketentuan rapur, tuh, kalau, ga Selasa, ya Kamis. Nah sekarang kita mau bikin paripurna gimana? Hari Selasa sudah daftar (ke KPU). Masa kita paripurna pada saat pendaftaran, bikin chaos dong," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).

Soal tudingan beberapa pihak yang menyebut DPR RI menggebu-gebu dalam mengesahkan RUU Pilkada, Dasco membantahnya. Menurut dia, jika pihaknya benar-benar menginginkan aturan disahkan, pihaknya sudah menghubungi seluruh anggota dewan satu per satu.

Ia juga membantah pembatalan pengesahan itu karena adanya demonstrasi yang makin memanas di depan Gedung DPR RI.

"Dan itu masih pagi loh gua batalin (rapat paripurna), belum ada demo, bukan karena eskalasi," kata Dasco.

RUU Pilkada sedianya disahkan dalam rapat paripurna pada hari ini, namun peserta rapat tidak memenuhi kuorum, sehingga harus ditunda. Dasco menyatakan, pihaknya harus menggelar rapat pimpinan sebelum kembali menjadwalkan pengesahan RUU Pilkada.

"Untuk kemudian prosesnya apakah lanjut atau tidak lanjut itu harus mekanisme yang ada di DPR. Kita harus arapim lagi, harus Bamus lagi, dan menyesuaikan hari paripurna di DPR," ucap Dasco.

Munculnya penolakan RUU Pilkada, lantaran DPR RI tidak mengindahkan hadirnya putusan Mahkmah Konstitusi (MK). Dalam putusannya, MK mengubah ambang batas tersebut menjadi didukung oleh partai politik dengan perolehan suara antara 6,5 sampai 10 persen dari total suara sah. Angka persentase dukungan partai ini disesuaikan dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di wilayah terkait.

MK juga memutuskan syarat calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung sejak pendaftaran pasangan calon.

Namun, Baleg DPR menyiasati keputusan MK tersebut dengan merumuskan ambang batas sebesar 6,5 sampai 10 persen suara sah dalam RUU Pilkada hanya berlaku bagi partai politik non-kursi di DPRD.

Baleg juga menentukan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Hal itu sebagaimana putusan Mahkamah Agung (MA).