Syukur Destieli Gulo usai mendaftarkan gugatan UU Pilkada di MK. Foto Istimewa
Jakarta, tvrijakartanews - Mahkamah Konstitusi menerima gugatan Undang-Undang Pilkada dari masyarakat sipil yang mempersoalkan belum adanya ketentuan pidana atas pelanggaran netralitas Pejabat Daerah dan Anggota TNI/Polri di aturan tersebut. Atas kekosongan aturan itu, penggugat menilai UU Pilkada tidak memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum terhadap hak masyarakat sebagai pemilih.
Adapun gugatan tersebut didaftarkan ke MK atas nama Syukur Destieli Gulo di MK pada Jumat (20/9/2024) pukul 10.46 WIB. Dalam berkasnya, ia mengajukan Permohonan Uji Materiil Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
"Persoalan norma hukum dalam ketentuan yang dimohonkan tidak terdapatnya frasa “pejabat daerah” dan frasa “anggota TNI/Polri” dalam Pasal 188, padahal ketentuan tersebut berisi ancaman pidana atas pelanggaran netralitas yang diatur dalam Pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016," kata Syukur dalam keterangannya, Jumat.
Lebih lanjut, Syukur menerangkan dengan tidak terdapatnya frasa “pejabat daerah” dan frasa “anggota TNI/Polri” dalam pasal tersebut, maka pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang melakukan pelanggaran netralitas yang diatur dalam Pasal 71 UU No. 1 Tahun 2016 berpotensi lolos dari jeratan hukum. Artinya, kata dia, tidak dapat ditindak karena terdapat kekosongan sanksi pidana.
Menurut dia hal tersebut tidak memberikan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum terhadap pemilihan yang demokratis berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dari potensi pelanggaran netralitas pejabat daerah dan anggota TNI/Polri pada Pilkada 2024.
"Maka Pemohon sangat berharap agar Mahkamah Konstitusi nantinya dapat menambahkan frasa “pejabat daerah” dan frasa “anggota TNI/POLRI” dalam Pasal 188 UU No. 1 Tahun 2015 sesuai amar putusan yang dimohonkan,” pungkas Syukur.