
Calon gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung. (Foto: Chaerul Halim)
Jakarta, tvrijakartanews - Calon gubernur Jakarta nomor urut 3, Pramono Anung tak berkeberatan atas pandangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang menyebut ketiga pasangan calon (paslon) tak memahami masalah Jakarta.
Ketiga paslon Pilkada Jakarta, antara lain Pramono-Rano Karno, Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana
Bagi Pramono, pandangan LBH itu merupakan kritik yang membangun untuk pasangan Pramono-Rano Karno agar bisa menjadi lebih baik lagi.
"Jadi yang namanya calon gubernur, wakil gubernur itu memang harus dikritik setiap hari. Termasuk diri saya. Jadi semakin dikritik semakin bagus," kata Pramono di Jakarta Utara, Selasa (8/10/2024).
Selain itu, Pramono berharap, kritikan LBH itu seharusnya diikuti oleh instansi lain. Sebab, hal itu bisa membuka ruang lebih luas kepada masyarakat untuk menentukan pilihan salah satu paslon yang dianggap layak memimpin Jakarta.
"Yang paling penting adalah supaya membuka ruang yang lebih luas kepada masyarakat, siapa pemimpin yang memang bisa menjawab apa yang menjadi pertanyaan dari lembaga-lembaga tersebut secara konkrit dan bisa diimplementasikan di lapangan," ucap dia.
Dikutip dari laman resminya, LBH Jakarta menilai tiga paslon Pilkada Jakarta tak ada yang menawarkan secara konkret terkait masalah Jakarta.
Hal itu disampaikan LBH Jakarta usai mencermati penampilan ketiga paslon dalam debat perdana, yang bertajuk "Penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Transformasi Jakarta Menjadi Kota Global".
Menurut LBH Jakarta, visi dan misi seluruh paslon hanya sekedar jargonistik dan berorientasi pada peningkatan elektabilitas. Padahal, dalam catatan Koalisi Perjuangan Warga Jakarta (KOPAJA), terdapat 9 permasalahan krusial dan mendesak di Jakarta yang hingga kini belum mampu diselesaikan.
Beberapa di antaranya seperti buruknya kualitas udara Jakarta, penggusuran paksa yang masih menghantui warga, ketiadaan jaminan hak atas hunian dan keamanan bermukim (security of tenure), buruknya akses atas air bersih akibat swastanisasi air, serta penanganan banjir yang belum sesuai akar penyebab.
Namun, LBH Jakarta belum melihat secara konkret gagasan ketiga paslon dalam menyelesaikan seluruh permasalahan tersebut.
Kemudian, LBH Jakarta juga menilai seluruh paslon tidak memiliki pemahaman yang komprehensif soal keadilan gender. Misalnya, paslon nomor urut 1, Ridwan Kamil-Suswono yang disebut tidak mampu memahami problem mendasar dari adanya ketidakadilan gender, yaitu budaya patriarki.
"Pendidikan politik sebagaimana yang ditawarkan paslon tersebut sangat berpotensi menjadi ruang-ruang formil semata apabila tidak diikuti dengan upaya sistematis dan terencana untuk mengikis belenggu jerat terhadap perempuan dari budaya patriarki," tulis LBH.
Begitu pula dengan tanggapan paslon nomor urut 2, Dharma-Kun yang menekankan pentingnya adab dalam mengikis kesenjangan akses antara laki-laki dan perempuan. Konsep yang ditawarkan paslon nomor urut 2 tersebut terlalu abstrak. LBH Jakarta menganggap konsep yang ditawarkan paslon independen itu tidak jelas terkait tolok ukur “adab”.
"Yang ia (Dharma-Kun) yakini mampu menjamin keadilan akses antara laki-laki dengan perempuan. Padahal dalam praktiknya, “adab” melalui tafsir yang patriarki kerapkali dijadikan alasan untuk mengekang kebebasan perempuan," tulis LBH Jakarta.
Sementara itu, LBH Jakarta juga menilai paslon nomor urut 3, Pramono Anung-Rano Karno tidak memahami konteks budaya patriarki sebagai salah satu problem utama ketidakadilan gender. Sebab, Pramono-Rano Karno hanya menawarkan jobfair tanpa dibarengi dengan jaminan ruang aman dan akses yang laik bagi perempuan.
"Jobfair tanpa dibarengi dengan jaminan ruang aman dan akses yang laik bagi perempuan hanya akan menjadi program yang tidak tepat sasaran," tambah lembaga tersebut.

