Prof Wardiman Djojonegoro Akui Butuh Waktu Dua Tahun Terbitkan Buku Trilogi Kartini 
FeatureNewsHotAdvertisement
Redaktur: Crypto Hermawan

Penulis buku sekaligus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI periode 1993-1998 Prof Wardiman Djojonegoro (Tengah Kiri). (Tvrijakartanews/ John Abimanyu)

Jakarta, tvrijakartanews - Penerbit Yayasan Pustaka Obor Indonesia menerbitkan buku “Trilogi Kartini: Sebagai Pelopor Emansipasi”, sebuah buku monumental, kumpulan surat-surat R.A. Kartini. 

Penulis buku sekaligus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ri periode 1993-1998 Prof Wardiman Djojonegoro mengatakan dirinya memerlukan waktu dua tahun untuk menyusun buku tersebut. 

“Sejak saya bertekad untuk menulis buku itu, saya perlu waktu dua tahun, karena prosesnya itu pertama download atau mencari surat-surat di negeri Belanda,” kata Wardiman ditemui di Kantor Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Wardiman menambahkan pihaknya menerima sembilan surat arsip nasional negara Belanda yang masih tersimpan rapi. Kemudian, untuk menerjemahkan tulisan itu memakan waktu satu tahun.

“saya kedua diterjemahkan lama hampir setahun menerjemahkan meskipun saya dibantu seorang teman untuk menerjemahkan kasar dulu, baru saya terjemahkan halus. Lalu proses ketiga editing memakan waktu cukup banyak dan bila total dua tahun,” ujarnya.

Saat tulisan ditangani editor, Wardiman menambahkan beberapa tahap, pertama surat berisikan riwayat hidup dan pemikiran Raden Ajeng (RA) Kartini, serta terakhir mengenai kesetaraan Gender. 

“Jadi total halaman buku ada 1.500 halaman yang sudah dicetak menjadi sebuah buku,” jelasnya.

RA Kartini Diperkirakan Menulis Sebanyak 400 Pucuk Surat

Wardiman mempekirakan Kartini sudah menulis sebanyak 400 pucuk surat. Surat yang ditulis Kartini dalam rentang sembilan tahun, antara 1895 dan 1904. 

“Jadi diperkirakan kita juga kurang tahu persis, karena dari bagaimana dia sehari bikin 2  tulis surat kira-kira ada 400 pucuk surat,” ucapnya. 

Namun dalam buku yang ditulis Wardiman terdapat 179 pucuk surat yang berhasil dikumpulkan berdasarkan hasil berbagai sumb aku di perpustakaan. 

Menurut Wardiman, setidaknya buku ini cukup memberikan gambaran mengenai sosok perjalanan hidup RA Kartini dalam memperjuangkan hak bagi perempuan di Indonesia.

“Jadi diperkirakan ada 400 pucuk surat, tapi orang jaman dahulu orang-orang, karena Kartini itu belum terkenal jadi tidak banyak menyerahkan surat Kartini itu ke perpustakaan. Setelah terkumpul di perpustakaan ada 179 surat. Tapi sudah cukup memberikan gambaran mengenai Kartini,” ungkapnya. 

Wardiman berharap kehadiran buku ini dapat menjadi rujukan bagi generasi muda bahwa ada fakta-fakta sejarah sehingga Kartini itu manusia biasa yang menjadi legenda..

“Buku ini memuat banyak data-data dia masih humbel, rendah hati, dan dia tidak melawan masyarakat, bahwa dia tidak anti kawin, semua ada di dalam,” pungkasnya.