Kasus Anak Gugat Ibu Kandung, Kuasa Hukum Ungkap Tiga Kebohongan Kusumayati dalam Persidangan
NewsHot
Redaktur: Crypto Hermawan

Persidangan kasus anak gugat ibu kandung di Karawang, Jawa Barat. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Sidang tuntutan kasus anak gugat ibu kandung karena pemalsuan tanda tangan memasuki tahap akhir, terdakwa baru saja membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Karawang. Terdakwa hanya dituntut 10 bulan penjara, dengan masa percobaan satu tahun, dengan syarat apa bila permintaan mediasi berupa audit perusahaan tidak dipenuhi selama tiga bulan, maka terdakwa langsung dipenjara.

Hal itu tentu tak sebanding dengan pasal yang didakwakan, yakni Pasal 263 KUHP, dimana terdakwa Kusumayati dilaporkan atas dugaan pemalsuan tanda tangan anaknya Stephanie dalam surat keterangan waris (SKW), notulen rapat perusahaan, serta rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPS-LB).

Bunyi pasal 263 KUHP yakni. Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam (6) tahun.

Kuasa hukum korban mengungkap sederet dugaan kebohongan yang berkali-kali diungkapkan oleh terdakwa Kusumayati dalam persidangan yang telah berjalan kurang lebih lima bulan.

Pertama, dalam sidang Kusumayati berkali-kali mengaku tidak tahu soal tanda tangan Stephanie yang dipalsukan. Ia bersikukuh menyuruh karyawannya yang bernama Alen untuk meminta tanda tangan kepada Stephanie.

Tim kuasa hukum Stephanie menyebut pernyataan Kusumayati tersebut sebagai kebohongan. Sebab, Kusumayati mempersalahkan orang yang sudah tiada, yakni Alen, akibat tindakan yang dilakukannya dalam rangka merugikan orang lain.

Kebohongan kedua terungkap dalam pledoi yang digelar di PN Karawang pada Rabu (23/10/2024). Saat itu Kusumayati mengaku jika dibuatnya SKW semata-mata hanya untuk membuat Kartu Keluarga baru, karena sang suami Sugianto telah meninggal dunia.

Padahal, kata tim kuasa hukum, niat dibuatnya SKW Kusumayati justru untuk mengubah susunan pemegang saham perusahaan keluarganya, yakni PT EMKL Bimajaya Mustika, yang sebelumnya dikuasai oleh almarhum Sugianto, Kusumayati, dan Edi Budiono.

Susunan saham perusahaan tersebut diubah menjadi 40 persen milik Kusumayati, 40 persen milik Dandy, dan 20 persen milik Ferline berbekal tanda tangan Stephanie selaku ahli waris yang dipalsukan di SKW, notulen rapat, dan RUPS-LB.

Sehingga atas dasar tersebut, timbul kerugian dari pelapor, akibat tindakan yang dilakukan oleh terdakwa, namun terdakwa kekeh merasa tidak bersalah karena ia merasa dirinya seorang ibu.

Padahal selama proses persidangan tak pernah terungkap, baik dari terdakwa Kusumayati, maupun saksi Dandy dan Ferline selaku saudara Stephanie, jika penggunggat meminta harta. Dalam persidangan hanya menjelaskan bagaimana proses pembuatan SKW dan notulen rapat serta RUPS-LB, untuk akta perubahan pemegang saham PT Bimajaya Mustika.

Kusumayati justru hanya menuduh pelapor meinta uang Rp 500 miliar dan puluhan kilogram emas, seperti yang selalui diungkapkan saat diwawancara awak media, maupun diundang di podcast-podcast.

Diketahui, dalam pleidoinya Kusumayati menolak tuntutan dengan hukuman penjara sepuluh bulan dengan masa percobaan satu tahun yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Karawang pada sidang sebelumnya.

“Saya menolak tuduhan atas kasus ini. Saya tidak terbukti melakukan pelanggaran seperti yang dimaksud dalam Pasal 266 ayat 1. Saya meminta untuk dibebaskan dari segala tuntutan,” tutur Kusumayati.