Ahmad Sahroni Desak PPATK dan Polri Lebih Serius Berantas Judol: Kalau Ada Dugaan Transaksi, Blokir!
Cerdas MemilihNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyuarakan pentingnya langkah tegas dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kepolisian Republik Indonesia dalam menangani kasus judi online (judol) yang terus berkembang. Sahroni menekankan perlunya kerja cepat dan reaktif dari PPATK, terutama dalam mengidentifikasi transaksi yang diduga terkait dengan judi online dan segera memblokirnya.

Desakan ini Sahroni sampaikan pasca penetapan 12 pegawai Kemkomdigi sebagai tersangka karena terlibat dalam pengelolaan situs judol.

“Kalau sudah kelihatan dugaan transaksi itu judi online, langsung aja blokir,” kata Sahroni di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024).

Sahroni mengungkapkan bahwa jumlah transaksi judi online sejak 2016 melonjak tajam. Dari hanya Rp 3 triliun, jumlahnya menjadi ratusan triliun. Dia berharap, dengan langkah reaktif PPATK dan koordinasi intensif bersama Polri, transaksi judi online bisa berkurang secara signifikan di tahun mendatang.

“Kita berharap kembali ke 2016, paling cuma Rp 2-3 triliun,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Ahmad Sahroni juga menjabat agar identitas 11 pegawai Kemkomdigi yang ditangkap karena kasus judi online segera diungkap secara jelas setelah ada kepastian hukum.

“Mereka, polisi juga hati-hati, karena kalau sudah memunculkan nama itu adalah mutlak,” kata Sahroni.

Menurut Sahroni, ketiga lembaga—PPATK, Polri, dan Kominfo—harus bersinergi secara serius agar masalah judi online ini tidak semakin merusak moral bangsa. Ia berharap, dengan langkah hukum yang lebih transparan, publik bisa memahami proses yang sedang berjalan tanpa harus membuat asumsi atau kecurigaan yang berlebihan.

Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus ini. Dari jumlah tersebut, 12 orang merupakan oknum pegawai Kementerian Komdigi dan empat orang lainnya adalah warga sipil.

Para tersangka ini memiliki wewenang memeriksa dan memblokir situs judi online, namun justru menyalahgunakan kewenangan mereka dengan tidak memblokir situs milik pihak tertentu yang dikenal.

Para pegawai tersebut diduga mendapatkan keuntungan sebesar Rp 8,5 juta per situs yang tidak diblokir, dengan total sekitar 1.000 situs judi online yang terlibat dalam praktik ini.

Selain melakukan penegakan hukum, Polri melalui Satgas Penanggulangan Judi Daring juga aktif melakukan pendekatan preemtif.

Upaya tersebut meliputi sosialisasi di sekolah, kampus, kementerian, dan lembaga pemerintah untuk menyadarkan masyarakat akan dampak negatif perjudian. Selain itu, Polri terus berkoordinasi dengan Kementerian Komdigi untuk mengajukan pemblokiran situs dan aplikasi judol sebagai langkah preventif.