
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI. (Tangkap layar YouTube TV Parlemen)
Jakarta, tvrijakartanews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat angka rasio pajak atau tax ratio Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 10,02 persen pada Oktober 2024.
"Tax ratio sekarang di 10,02 persen dengan proyeksi dari GDP (PDB)," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Sri Mulyani menambahkan angka tersebut masih masuk ke dalam rentang target pemerintah untuk tahun ini. Namun besaran itu masih cukup jauh bila dibandingkan dengan batas atas 10,2 persen PDB.
Secara keseluruhan, Bendahara Negara sempai sampai dengan Oktober 2024 Kementerian Keuangan mencatatkan penerimaan pajak RI mencapai Rp1.517,53 triliun, turun 0,4 persen. Dari realisasi pada bulan Oktober tahun lalu Rp1.523 triliun. Sedangkan untuk realisasinya sendiri, penerimaan pajak mencapai 76,3 persen dari target Rp 1.988,9 triliun.
"Kita sudah mengumpulkan Rp1.517,5 triliun. Ini artinya 76.3 persen dari target. Pertumbuhan penerimaan pajak kita masih negatif growth," tuturnya.
Dikatakan Sri Mulyani, kondisi pertumbuhan pajak negatif ini didorong oleh beberapa alasan, utamanya karena penurunan harga komoditas-komoditas seperti Crude Palm Oil (CPO) hingga Batu Bara.
"Ini telah kami sampaikan ke DPR, tahun ini tahun yang sangat berat dengan pertumbuhan pajak kita negatif," imbuhnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan akan meluncurkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS) pada 2025. Sistem pajak baru itu pernah diklaim oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai yang terbesar di dunia.
Core Tax merupakan sistem administrasi layanan Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan kemudahan bagi pengguna. Pembangunan Core Tax bagian dari Proyek Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018.
"Pada dasarnya untuk pajak Core Tax kita akan tetap fokus di-launch awal tahun depan (2025). Jadi ini beberapa tahapan mungkin bisa diupdate secara tersendiri kesiapan DJP sendiri, maupun wajib pajak sendiri, itu perlu dijaga secara baik agar tidak ada disruption," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jumat (8/11/2024).
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak (DJP) Muchamad Arifin mengatakan, sistem ini mampu mengerek penerimaan negara hingga 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Adapun hal ini berdasarkan pada studi World Bank.

