
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra. Foto Istimewa
Jakarta, tvrijakartanews - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra mengungkit polemik pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri, pada 2015. Ia mengungkapkan bahwa pada saat itu pencalonan Budi Gunawan gagal setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan sebagai tersangka.
Hal itu disampaikan Soedeson Tandra saat uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan (capim) KPK di ruang Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
"Pada waktu Presiden yang lama mencalonkan seorang menjadi Kapolri, pada saat yang bersamaan KPK itu menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," kata Soedeson.
Presiden ke-7 Joko Widodo saat itu mengusulkan Budi Gunawan sebagai Kapolri. Usulan itu telah disampaikan Jokowi ke DPR RI. Namun, KPK yang saat itu dipimpin Abraham Samad menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.
Penerimaan itu terjadi saat Budi Gunawan menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006. Namun, Budi Gunawan mengajukan praperadilan melawan KPK. Penetapan tersangka itu dinyatakan gugur lantaran Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan praperadilannya.
Namun, saat itu Jokowi mengalihkan dengan menunjuk Badrodin Haiti untuk menjadi Kapolri.
"KPK mengatakan presiden seharusnya tidak mencalonkan. Lalu presiden mengatakan ini asas praduga tak bersalah. Menurut saya, ini dua kantong yang berbeda, KPK menggunakan ukuran etis, presiden menggunakan ukuran hukum," ucap Soedeson.
Karena itu, Soedeson mempertanyakan capim KPK Ida Budhiati jika menghadapi kasus yang serupa. Mengingat, KPK dan Polri juga melakukan kerja sama dalam memberantas korupsi.
"Maksud saya adalah pemahaman yang sungguh-sungguh, pemahaman yang mendalam mengenai hubungan antar lembaga ini. Nah, kami ingin mendapatkan suatu penjelasan yang lebih detail sehingga kami ini menjadi yakin," pungkasnya.

