Tim Pemenangan RIDO Ungkap Penyebab Rendahnya Partisipasi Masyarakat di Pilkada Jakarta 2024
Cerdas MemilihNewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco saat memimpin konferensi pers di DPD Golkar Jakarta. Foto M Julnis Firmansyah

Jakarta, tvrijakartanews - Sekretaris Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), Basri Baco, menyampaikan keprihatinannya atas rendahnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada Jakarta 2024. Menurut data sementara, partisipasi pemilih pada 27 November 2024 hanya sekitar 50 persen, menjadikannya yang terendah dalam sejarah Pilkada DKI Jakarta.

"Kami merasa sedih karena hasil Pilkada tidak memiliki legitimasi yang kuat jika partisipasi masyarakat sangat rendah. Ditambah lagi, jumlah suara sah begitu tinggi, sehingga pemenang Pilkada hanya dipilih oleh sekitar seperempat warga Jakarta," ujar Basri dalam konferensi pers di DPD Partai Golkar Jakarta, Senin (2/12/2024).

Basri membeberkan hasil investigasi tim RIDO yang menyebut sejumlah faktor penyebab rendahnya partisipasi. Salah satunya adalah perubahan mekanisme pembagian formulir C6 (undangan memilih).

"Tahun ini, formulir C6 tidak lagi dibagikan oleh RT dan RW yang lebih paham warganya, melainkan oleh PPS melalui KPPS. Namun, KPPS tidak memahami warga sebaik RT dan RW, ditambah kuota anggota KPPS yang meningkat dari 300 menjadi 600 orang, membuat mereka kewalahan. Akibatnya, banyak warga menerima undangan terlalu dekat hari pencoblosan atau bahkan tidak menerima sama sekali," ungkapnya.

Selain itu, Basri mengkritik data Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dinilai tidak akurat. Ia menemukan banyak kasus orang yang telah meninggal masih menerima undangan memilih.

"Kami temukan bukti bahwa nama-nama yang sudah meninggal 1-2 tahun lalu masih terdaftar dalam DPT. Ini menunjukkan data yang digunakan oleh KPU adalah data lama dan tidak akurat," tegasnya.

Tim RIDO menilai, rendahnya partisipasi ini menunjukkan ketidakprofesionalan penyelenggara Pilkada, khususnya PPS dan KPPS. Basri menduga ada unsur kesengajaan yang menyebabkan hak memilih masyarakat hilang.

"Kami mencurigai ada upaya sengaja menahan distribusi C6, terutama di basis-basis pendukung 01, sehingga mereka tidak bisa mencoblos. Ini pelanggaran serius yang merugikan hak masyarakat," katanya.

Selain itu, Basri menyoroti dugaan ketidaknetralan penyelenggara Pilkada di beberapa TPS, seperti kasus di Pinang Ranti, Jakarta Timur, di mana anggota KPPS dilaporkan mencoblos surat suara untuk pasangan calon tertentu.

Atas temuan ini, Tim RIDO berencana melaporkan berbagai pelanggaran tersebut kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka juga menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS yang bermasalah.

"Kami menuntut KPU bertanggung jawab atas rendahnya partisipasi dan tidak akuratnya DPT. PSU harus dilakukan agar hak pilih masyarakat yang dirugikan bisa dipulihkan," pungkas Basri.