
Sumber: Reuters
Jakarta, tvrijakartanews - Setidaknya 135 orang tewas dalam insiden berdesakan di sebuah stadion sepak bola di Guinea tenggara. Kelompok hak asasi manusia setempat pada Selasa (3/12) mengatakan, lebih dari dua kali lipat jumlah korban tewas resmi.
Tragedi tersebut terjadi pada hari Minggu selama pertandingan final di Nzérékoré antara tim dari Labé dan Nzérékoré. Para saksi mengatakan keputusan wasit yang kontroversial memicu kerusuhan dan menyebabkan polisi menembakkan gas air mata, yang menimbulkan kepanikan di tempat yang penuh sesak itu.
"Jadi wasit memberikan kartu merah kepada pemain dari Labé, karena Labé dan Nzérékoré bermain di final. Kemudian, terjadi masalah. Pemain lain juga datang untuk memprotes, dan ia juga menerima kartu merah kedua. Itulah yang terjadi, dan ada juga beberapa kartu kuning. Para menteri berada di stadion, di tribun, dan mereka bahkan datang untuk campur tangan. Akibatnya, kartu merah dibatalkan," kata Mohamed Barry, wartawan yang sekaligus menjadi saksi mata.
Kelompok hak asasi manusia Nzérékoré mengatakan perkiraan jumlah korban tewas didasarkan pada laporan dari rumah sakit, pemakaman, dan keluarga.
"Kami sekarang memperkirakan 135 orang tewas di stadion itu, sebagian besar anak-anak di bawah usia 18 tahun," kata salah seorang perwakilan kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.
Kelompok tersebut menuduh pasukan keamanan menggunakan gas air mata berlebihan dan menghalangi jalan keluar. Kritik ditujukan kepada penyelenggara turnamen dan junta militer berkuasa di Guinea, yang mendukung acara tersebut.
"Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa tindakan harus diambil untuk orang-orang yang berada dalam situasi yang sangat rentan. Sering kali, anak-anaklah yang terkena dampaknya. Tindakan harus diambil, baik di tingkat keluarga maupun dalam hal keamanan. Dari apa yang saya lihat, banyak yang meninggal karena sesak napas akibat gas tersebut. Mereka menembakkan gas air mata, dan gas itulah yang menewaskan banyak orang. Tindakan keamanan perlu diterapkan untuk melindungi warga sipil dalam situasi seperti itu," jelas masyarakat sipil, Joel Bamou.