Wisata Legendaris Chinatown Surabaya: Kembang Jepun dan Kampung "Kungfu" Kapasan Dalam
FeatureNewsHotAdvertisement
Redaktur: Maryanto PM

Kawasan Pecinan Kya-Kya di Jalan Kembang Jepun, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya. (Foto: Chaerul Halim).

Surabaya, tvrijakartanews - Kawasan wisata Pecinan alias Chinatown yang masuk dalam salah satu dari empat zona kawasan Kota Lama Surabaya, patut dikunjungi bagi wisatawan. Pasalnya, kawasan pecinan Surabaya ini menyimpan pesona dan nilai sejarah yang tinggi.

Salah satunya adalah Kembang Jepun atau dikenal Kya-Kya, berlokasi di Jalan Kembang Jepun, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya.

Dari segi ornamen Pecinan Kya-Kya tak ada bedanya dengan pecinan pada umumnya, yang dihiasi lampion hingga dekorasi naga dengan nuansa merah mendominasi.

Bangunan pertokoan di kawasan Pecinan Kya-Kya di Jalan Kembang Jepun, Kecamatan Pabean Cantikan, Surabaya. (Foto: Chaerul Halim).

Pecinan Kya-Kya ini dilengkapi gapura di tiap pangkal jalan, dan di dalamnya berderet bangunan bersejarah, mulai tempat ibadah hingga pertokoan.

Sejak abad ke-19, Pecinan Kya-Kya memang menjadi magnet perdagangan yang kini masih ramai, sehingga tempat ini memiliki daya tarik tersendiri, khususnya kuliner.

Wisatawan disarankan untuk mengunjungi Pecinan Kya-Kya pada pukul 16.00 hingga 21.00 WIB, jika ingin menemukan berbagai macam kuliner khas Surabaya dan Tionghoa.

Adapun kuliner yang dapat dinikmati wisatawan saat mengunjungi kawasan ini, yakni es dawet, es teler, bakso, kare kambing, tahu campur, hingga sate kelopo.

Graha Boen Bio yang berada di Kampung "Kungfu" Kapasan Dalam, Simokerto, Surabaya. (Foto: Chaerul Halim).

Selain Pecinan Kya-Kya, wisatawan bisa juga mengunjungi Kampung Kapasan Dalam. Daerah yang berlokasi di belakang Klenteng Boen Bio, tepatnya Jalan Kapasan, Surabaya ini dikenal sebagai area perkampungan yang kental akan nuansa Tionghoa.

Kampung ini juga dikenal dengan sebutan Kampung Kungfu karena mayoritas masyarakatnya mahir beladiri kungfu. Penamaan Kampung Kungfu ini merujuk pada munculnya permukiman di sekitar Cagar Budaya kelenteng Boen Bio pada abad ke-18.

Dulunya, kampung ini merupakan tempat transmigrasi masyarakat Tionghoa pada zaman pemerintah Hindia Belanda. Tujuannya untuk membatasi gerak masyarakat Tionghoa yang kala itu menguasi kegiatan ekonomi.

Namun, pengaruh masyarakat Tionghoa justru semakin meluas terhadap kegiatan perdagangan dan jasa setelah peristiwa penghancuran benteng kota pada tahun 1987.

Ditambahnya perkembangan era yang semakin modern, Kampung Pecinan hingga kini terus mengalami perubahan, mulai dari segi sosial budaya hingga segi arsitektur bangunannya.

Perkampungan ini dihias dengan sejumlah lampion, patung naga sebagai gapura, mural Dinasti Cing, dan lainnya. Selain itu, kawasan wisata Pecinan ini juga menjual sejumlah kuliner khas Surabaya dan Tionghoa.