
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas. (Foto: Kementerian Hukum).
Jakarta, tvrijakartanews - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan uang royalti yang dikumpulkan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) masih terbilang rendah bila dibandingkan Malaysia.
Menurut dia, setiap tahunnya, Malaysia berhasil mengumpulkan uang royalti sekitar Rp 600-700 miliar, sedangkan Indonesia melalui LMKN mengumpulkan uang royalti sebesar Rp 270 miliar. Padahal, jumlah penduduk Indonesia lebih banyak dari Malaysia.
“Bayangkan, Malaysia, negara yang kecil, penduduknya tidak seberapa, total royalti yang mereka bisa kumpulkan hari ini kurang lebih Rp 600-700 miliar per tahun. Kita Indonesia, mulai dari platform internasional, sampai kepada retail, kalau menurut laporan yang saya terima kita baru ngumpulin Rp 270 miliar, padahal penduduk kita 280 juta. Jadi sangat kecil,” kata Supratman dalam keterangan tertulis, Jumat (8/8/2025).
Supratman menegaskan bahwa royalti bukanlah pajak. Sebab, tidak ada sepeser pun royalti yang masuk ke pemerintah, melainkan semuanya diberikan kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya.
“Royalti bukan pajak, negara tidak mendapatkan apa-apa secara langsung dari royalti. Semua pungutan royalti itu disalurkan kepada yang berhak. Dan yang menyalurkan bukan pemerintah, tetapi oleh LMK atapu LMKN yang memungut royalti, salah satunya LMK Selmi," kata Supratman.
"Oleh karena itu, kita akan meminta pertanggungjawabannya, untuk transparansinya akan kita umumkan ke publik,” sambungnya.
Untuk itu, Supratman menegaskan bahwa Kementerian Hukum mendukung adanya transparansi terhadap pungutan royalti yang dilakukan oleh LMK maupun LMKN.
Nantinya, Kementerian Hukum akan mengeluarkan Peraturan menteri Hukum yang baru untuk mengatur soal pemungutan royalti.
“Saya setuju bahwa koreksi terhadap transparansi, pungutan royalti, termasuk besaran tarifnya. Nanti akan kita bicarakan dan kita akan keluarkan Permenkum yang baru yang mengatur itu,” ungkapnya.