Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati. (Tangkap layar Zoom BMKG)
Jakarta, tvrijakratanews - Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan penurunan cuaca ekstrem disebabkan beberapa faktor. Salah satunya yakni bibit siklon yang berkurang.
"Selain itu, adanya pola tekanan rendah di laut China Selatan yang menghambat aliran awan konvektif," kata Dwikorita dalam konferensi pers Updating Kondisi Cuaca di Indonesia Hingga Malam Pergantian Tahun Baru, melalui daring di Jakarta, Minggu (29/12/2024).
Dwikorita menambahkan, awan jenis konvektif ini sering dikaitkan dengan adanya cuaca buruk, terutama dengan jenis Cumulonimbus Kondisi tersebut juga telah menghambat seruak udara dingin lintas ekuator untuk memasuki wilayah Indonesia.
"Kemudian faktor lain yakni tekanan rendah itu menghambat angin monsun asia," ujarnya.
Selain itu, kata Dwikorita, ada juga fenomena Madden Julian Oscillation atau pergerakan arak-arakan awan konvektif dari arah samudera hindia sebelah barat Indonesia, telah melintasi wilayah Indonesia dan kini berada di Samudera Pasifik.
"Sudah tidak aktif lagi di wilayah Indonesia sehingga peningkatan pembentukan awan hujan sudah tidak terjadi dari fenomena tersebut," jelasnya.
Dia mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada dan terus memantau perubahan cuaca menjelang tahun baru.
"Kami juga merekomendasikan masyarakat dapat menjalankan aktivitas malam pergantian tahun baru, Insyallah lebih kondusif, namun tetap memperhatikan terus atau monitor terus perkembangan kondisi cuaca lokal sebagai langkah antisipasi melalui aplikasi infoBMKG," imbuhnya.