Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Soroti Anomali KPK dalam Penetapan Tersangka
NewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Kuasa Hukum Hasto Kristiyanto Soroti Anomali KPK dalam Penetapan Tersangka. Foto : Achmad Basofi

Jakarta, tvrijakartanews - Kuasa hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, Patra M. Zein, mengungkapkan dugaan anomali dalam proses penetapan Hasto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia menyoroti penerbitan empat surat perintah penyidikan (Sprindik) dalam kasus yang sama, yang dinilai tidak lazim sepanjang sejarah berdirinya lembaga tersebut.

"Yang saya mau sampaikan, kami mau sampaikan adalah sejak Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri 27 Desember 2002, saya ulang, sejak 27 Desember 2002, baru kali ini KPK menerbitkan bukan dua, bukan tiga, tapi empat sprindik dalam satu perkara. Baru kali ini, lebih dari 22 tahun di KPK berdiri," kata Patra dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yang dikutip, Jumat (10/1/2025).

Ketidakselarasan di Internal KPK

Patra menilai penerbitan empat Sprindik menunjukkan adanya ketidakselarasan di antara penyidik KPK. Ia menyebut bahwa tidak semua penyidik setuju dengan langkah kriminalisasi terhadap Hasto.

"(Seluruh penyidik) Tidak akan bersepakat, masih ada tentu penyidik yang masih baik untuk diri KPK," kata Patra.

Patra juga mengkritisi pembengkakan anggaran yang digunakan KPK untuk penyelidikan kasus ini. Ia menyebut, dugaan nilai suap hanya sekitar Rp200 juta, tetapi biaya penyidikan yang melibatkan empat Sprindik bisa mencapai puluhan kali lipat dari jumlah tersebut.

"Sprindik pertama 9 Januari 2020, sprindik kedua 5 Mei 2023, sprindik ke ketiga dan keempat 23 Desember, apa artinya penerbitan sprindik? Surat perintah penyidikannya. Apa konsekuensinya? Konsekuensinya ketika diterbitkan sprindik, anggaran empat (sprindik), biaya," jelas Patra.

"Maka kalau kita tarik, sejak penetapan tersangka Harun Masiku Januari 2020, boleh masyarakat pertanyakan berapa sudah anggaran yang dimakan, ditelan, digunakan oleh KPK. Belum lagi termasuk katanya operasi pencarian Harun Masiku, baik di dalam negeri maupun di luar negeri," tambahnya.

Tudingan Pemaksaan Kasus

Patra menilai penetapan Hasto sebagai tersangka terkesan dipaksakan, terutama karena fakta persidangan sebelumnya menunjukkan bahwa uang suap terkait kasus pergantian antarwaktu (PAW) adalah milik Harun Masiku. Ia menegaskan penyelidikan seharusnya dihentikan sejak fakta tersebut terungkap.

"Kalau saja Pak Hasto, bukan Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, saya kira masyarakat sepakat tidak akan sampai begini. Maka dugaan kriminalisasi, dugaan yang namanya pemaksaan, dugaan order valid. Tidak boleh juga kita melarang masyarakat menduga seperti itu," kata Patra.

"Kalau saya penyidik, setop, kenapa? Karena dalam dua persidangan, dipanggil saksi-saksi, dibawah sumpah, sudah ditanyakan uang ini punya siapa? Harun Masiku. Apalagi yang perlu dicari? Oleh karenanya, di dalam hukum itu ada yang disebut dengan analisis ekonomi dalam hukum pidana sudah diterapkan di negara maju, sudah diterapkan di Amerika, di negara-negara maju, pemberantasan korupsi harus seimbang dan sejajar dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan kepentingan sosial. Mengapa? KPK ini bukan duit kantongnya, Pak. Bukan duit pribadi yang digunakan," sambungnya.

Evaluasi KPK

Lebih jauh, Patra menyerukan agar KPK dievaluasi secara menyeluruh. Ia menyatakan keyakinannya bahwa masih ada penyidik berintegritas di KPK yang dapat memperbaiki citra lembaga tersebut.

"Maka tentu kita berharap keberadaan KPK perlu dievaluasi. Terlebih, pada prinsip dasarnya, KPK ini semestinya ditunjuk dan dibentuk di era Presiden Prabowo. Itu saja yang saya mau sampaikan," harapnya.

Patra juga mengingatkan pentingnya penegakan hukum yang profesional tanpa intervensi politik. "Jika Hasto bukan Sekjen PDI Perjuangan, ia yakin kasus ini tidak akan berlarut-larut seperti ini.

"Saya berharap masih ada penyidik penyidik KPK yang baik. Karena ada juga kita tahu bahwa drama ini begitu berjilid-jilid. Termasuk membawa flashdisk dan buku sampai tas koper. Dan baru pertama ibu bapak juga pasti mengalami begitu penggeledahan, nggak ada yang bisa dibawa apa yang mau dilihatin," tambahnya.