
Sumber: reuters
Jakarta, tvrijakartanews - Perusahaan teknologi asal Tiongkok, ByteDance, berencana untuk menutup aplikasi TikTok bagi 170 juta penggunanya di Amerika Serikat pada hari Minggu mendatang. Langkah ini diambil setelah menghadapi tekanan dari pemerintah AS yang mengkhawatirkan potensi risiko keamanan nasional yang ditimbulkan oleh aplikasi tersebut.
Seperti dilaporkan Reuters, banyak pengguna TikTok yang telah membangun karier dan basis pengikut besar di platform ini berharap agar aplikasi tersebut dapat menghindari larangan penggunaan yang tertuang dalam undang-undang tahun 2003. Sebagian dari mereka bahkan menyuarakan protes dengan menyuarakan boikot terhadap aplikasi lain seperti Instagram, Facebook yang dimiliki oleh Meta Platforms, dan X milik Elon Musk.
ByteDance diberi waktu hingga 19 Januari 2025 untuk menjual aset TikTok di AS, jika tidak, aplikasi tersebut akan resmi dilarang di negara tersebut. Kekhawatiran pemerintah AS berfokus pada kemungkinan akses China terhadap data pengguna TikTok di AS, yang dikhawatirkan bisa menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional. Meski demikian, TikTok membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa mereka tidak pernah dan tidak akan membagikan data pengguna AS kepada pemerintah Tiongkok.
ByteDance juga berusaha menunda penerapan larangan ini dengan mengajukan argumen bahwa kebijakan tersebut melanggar perlindungan Amandemen Pertama Konstitusi AS terkait kebebasan berbicara. Namun, jika upaya hukum ini gagal, pada hari Minggu mendatang pengguna yang mencoba membuka TikTok akan melihat pesan pop-up yang mengarahkan mereka ke situs web yang berisi informasi terkait penutupan aplikasi TikTok di AS.
Keputusan akhir terkait nasib TikTok di AS masih bergantung pada keputusan Mahkamah Agung AS, yang akan menentukan apakah larangan tersebut dapat diteruskan atau dihentikan.(Mitha/Audya)