
Diskusi Hari Perempuan Internasional 2025 yang digelar oleh UN Women di Jakarta. Foto M Julnis Firmansyah m
Jakarta, tvrijakartanews - UN Women menyoroti 30 tahun Deklarasi Beijing dalam peringatan Hari Perempuan Internasional 2025. Sejak disepakati pada 1995, deklarasi ini menjadi landasan penting dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Kepala Program UN Women, Dwi Yuliawati, mengungkapkan bahwa Indonesia telah mencatat berbagai capaian penting dalam hal kebijakan terkait kesetaraan gender. Salah satu kemajuan yang signifikan adalah kebijakan perlindungan terhadap tindak pidana kekerasan seksual dan perdagangan orang (TPPO).
"Di Indonesia yang kita lihat adalah pertama, kebijakan. Kebijakan Indonesia itu sudah sangat progresif sebenarnya termasuk di antaranya kebijakan mengenai penjagaan tindak pidana kekerasan seksual. Kemudian TPPO juga kita sudah punya rencana aksinya, banyak sekali rencana aksi-rencana aksi yang merupakan kebijakan turunan yang sudah dilakukan di Indonesia," ujar Dwi saat ditemui di Menara Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Dwi menambahkan bahwa kebijakan pengarusutamaan gender yang telah ada sejak tahun 2000 juga merupakan salah satu indikator kemajuan yang patut dicatat. Selain itu, data statistik gender di Indonesia juga menunjukkan perkembangan positif dalam pemantauan kesetaraan gender.
Evaluasi dan Tantangan
Meskipun ada banyak pencapaian, Dwi menilai bahwa masih terdapat beberapa tantangan yang harus diatasi, termasuk dalam sektor ketenagakerjaan dan kepemimpinan perempuan di perusahaan.
"Evaluasi spesifik kalau per sektor dan ini tidak khas Indonesia karena banyak negara di Asia Pasifik mengalami hal yang sama. Yang pertama adalah soal tingkat partisipasi angkatan kerja, itu masih stagnan. Tapi sudah ada kenaikan, tapi gapnya masih belum sampai 25 persen, masih 29 persen sekarang. Yang kedua adalah dan terkait juga dengan misalnya kepemimpinan perempuan di perusahaan, dari 200 perusahaan yang ada di Bursa Efek Indonesia misalnya, CEO perempuan cuma 8," jelasnya.
Selain itu, representasi perempuan di parlemen masih di bawah rata-rata meskipun sudah ada peningkatan dari pemilu ke pemilu.
Kendala Keterwakilan Perempuan di Parlemen
Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah belum terpenuhinya kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam pemilu legislatif 2024. Menurut Dwi, kondisi ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga lingkungan yang belum sepenuhnya kondusif bagi kandidat perempuan.
"Kalau kita harus melihatnya sebagai sebuah progres ya. Kita sudah dari pemilu ke pemilu ada peningkatan dan progres itu satu. Yang kedua, kita sudah punya sistem di mana itu dimungkinkan. Mungkin sistemnya ini yang perlu kita lihat lagi apakah misalnya kaderisasi dari partainya itu sudah berjalan, apakah lingkungannya cukup kondusif buat anggota parlemen untuk maju. Misalnya dalam kampanye kemarin ada nggak sebenarnya serangan-serangan terhadap kandidat perempuan. Ini kan kadang-kadang yang membuat jumlahnya menurun karena 'saya nggak mau terlalu banyak tekanannya untuk menjadi perempuan kandidat di parlemen'," paparnya.
Dwi menegaskan bahwa meskipun kebijakan afirmatif sudah ada, tantangan dalam implementasinya masih perlu diperhatikan lebih lanjut.
"Challenge-nya iya, karena policy-nya tadi yang juga tidak khas di Indonesia, banyak negara, policy-nya sudah ada, kebijakan kita biarkan afirmatif kan sudah ada. Tapi bagaimana supaya afirmatifnya ini benar-benar dipenuhi kan faktor-faktor pendukung dimana itu bisa dilakukan yang mesti kita lihat lagi nah ini masih belum," katanya.
UN Women terus berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan guna memastikan bahwa target kesetaraan gender dalam Deklarasi Beijing dapat terwujud secara nyata di Indonesia.

