
Pada Jumat, 7 Maret 2025, di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, memberikan pidato yang menggugah dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Foto : Reuters
Perserikatan Bangsa-Bangsa, tvrijakartanews - Pada Jumat, 7 Maret 2025, di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, memberikan pidato yang menggugah dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional. Dalam pidatonya, Guterres menegaskan bahwa hak-hak perempuan di seluruh dunia kini berada dalam ancaman serius. Ia menyatakan dengan jelas bahwa meskipun sudah ada banyak kemajuan dalam perjuangan kesetaraan gender, perempuan masih menghadapi banyak kemunduran, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Peringatan Hari Perempuan Internasional yang digelar PBB kali ini menjadi panggung penting bagi Guterres untuk menyuarakan keprihatinannya tentang kondisi yang terus memburuk bagi perempuan di banyak sektor kehidupan. Salah satu masalah besar yang diungkapkan oleh Guterres adalah meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, baik fisik maupun psikologis. Ia juga menyoroti efek buruk dari teknologi digital yang, meskipun menawarkan banyak manfaat, sering kali digunakan untuk memperburuk keadaan perempuan. Banyak suara perempuan yang dibungkam, bias gender semakin menguat, dan pelecehan online semakin meningkat.
“Setiap 10 menit, seorang perempuan dibunuh oleh pasangannya atau anggota keluarganya. Enam ratus dua belas juta perempuan dan gadis hidup di bawah bayang-bayang konflik bersenjata, di mana hak-hak mereka sering dianggap bisa diabaikan,” ujar Guterres dengan nada penuh kekhawatiran. “Kurang dari dua pertiga perempuan di seluruh dunia berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja, dan mereka yang melakukannya menghasilkan jauh lebih sedikit daripada laki-laki. Dengan kecepatan ini, memberantas kemiskinan ekstrem bagi perempuan dan gadis akan memakan waktu 130 tahun. Dan seperti yang kita lihat di setiap sudut dunia, dari penolakan hingga pengurangan, hak-hak perempuan sedang diserang.”
Namun, Guterres menegaskan bahwa meskipun tantangan yang dihadapi perempuan sangat besar, kesetaraan gender bukanlah hanya soal keadilan sosial—tetapi juga hak asasi manusia yang tidak bisa ditawar. Ia mengingatkan dunia bahwa kita tidak boleh menerima kenyataan di mana perempuan hidup dalam ketakutan, di mana keselamatan mereka menjadi hak istimewa, bukan hak dasar yang tidak bisa dinegosiasikan.
“Tidak ada alasan bagi kita untuk menerima dunia di mana perempuan dan anak perempuan hidup dalam ketakutan. Kita harus berjuang untuk memastikan keselamatan mereka menjadi hak yang tak bisa diganggu gugat,” kata Guterres tegas.
Dalam acara tersebut, Sima Bahous, Direktur Eksekutif UN Women, juga menyampaikan pernyataan yang semakin menegaskan urgensi perjuangan untuk kesetaraan gender. Ia menyebutkan bahwa tahun ini, lebih dari sebelumnya, tantangan yang dihadapi semakin nyata, tetapi tekad untuk mewujudkan kesetaraan gender juga semakin kuat.
“Hari Perempuan Internasional adalah momen yang penuh kekuatan. Dan tahun ini, lebih dari sebelumnya, perjuangan untuk kesetaraan gender belum pernah menjadi lebih mendesak, maupun hambatan di hadapan kita lebih nyata. Namun, tekad kami tidak pernah sebesar ini,” ujar Bahous.
Tak hanya itu, acara ini juga dihadiri oleh Aly Raisman, juara dunia gimnastik yang merupakan korban kekerasan seksual. Raisman berbicara tentang pentingnya bertindak bersama untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Ia mengajak semua pihak untuk tidak tinggal diam dan memastikan bahwa perempuan dan anak perempuan hidup tanpa rasa takut dan aman dari kekerasan.
“Untuk hari ini, tahun ini, untuk semua perempuan dan anak perempuan, kita harus bertindak untuk nol kekerasan,” tegas Raisman.
Peringatan Hari Perempuan Internasional yang dirayakan setiap tahun bukan hanya untuk merayakan pencapaian perempuan, tetapi juga sebagai seruan untuk terus berjuang demi kemajuan hak-hak perempuan di seluruh dunia. Pidato-pidato yang disampaikan pada acara ini mengingatkan kita bahwa meskipun banyak perjuangan telah tercapai, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar hak-hak perempuan bisa dihormati dan dilindungi di setiap sudut dunia.
Saat dunia semakin terhubung melalui teknologi, tantangan bagi perempuan justru semakin kompleks. Namun, semangat yang ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin ini menegaskan bahwa perlawanan terhadap ketidaksetaraan gender dan kekerasan terhadap perempuan harus terus berlanjut. Sebagaimana yang disampaikan oleh Antonio Guterres, dunia tidak boleh diam ketika hak-hak perempuan terus terancam. Perjuangan ini adalah perjuangan kita bersama.

