
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) untuk tiga perusahaan industri kelapa sawit pada Minggu (13/4/2025). (Foto: Chaerul Halim).
Jakarta, tvrijakartanews - Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga tiga hakim yang menangani perkara korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Jakarta Pusat, menerima suap Rp 22,5 miliar agar membebaskan tiga perusahaan besar dari segala tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) atau putusan ontslag.
Ketiga hakim itu adalah Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; Ali Muhtarom (AM) selaku hakim pada Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan Djuyamto (DJU) selaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat dalam menangani perkara tersebut.
Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, ketiga hakim itu menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN).
"Bahwa ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara tersebut diputus ontslag, dan hal ini menjadi nyata ketika pada tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus onstlag oleh Majelis Hakim," ujar Qohar saat konferensi pers di Kantor Kejagung, Senin (14/4/2025) dini hari.
Saat itu, MAN yang menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memberikan uang suap sebanyak dua kali kepada tiga hakim tersebut. Pertama, Rp 4,5 miliar diberikan untuk atensi terhadap perkara ekspor CPO.
"Uang Rp 4,5 miliar tersebut dimasukkan ke dalam goodie bag yang dibawa oleh ASB, kemudian dibagi 3 (tiga) kepada ASB, AM dan DJU," ucapnya.
Kedua, MAN memberikan Rp 18 miliar kepada DJU agar hakim yang menangani perkara ekspor CPO menjatuhkan putusan ontslag. Lalu, uang suap ini dibagi tiga di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Selatan dengan porsi pembagian yaitu:
- Untuk ASB menerima uang dolar yang setera dengan Rp4,5 miliar.
- DJU menerima uang dolar setara dengan Rp6 miliar. Dari uang bagian DJU tersebut diberikan kepada Panitera sebesar Rp300.000.000.
- AM menerima uang berupa dolar Amerika yang setara dengan Rp 5 miliar.
Akibatnya, ketiga hakim tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12 B jo. Pasal 6 Ayat (2) jo. Pasal 18 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sehari sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) tiga perusahaan industri kelapa sawit.
Selain Arif, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara berinisial WG; Kuasa Hukum Korporasi Marcella Santoso; dan seorang advokat berinisial AR turut ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
"Penyidik menetapkan empat orang tersebut sebagai tersangka karena ditemukan bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Qohar.
Dia mengatakan, para tersangka diduga terlibat tindak pidana suap dan gratifikasi untuk mengatur perkara yang dihadapi perusahaan Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group, agar terlepas dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) atau ontslag.
"Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa WG, MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan/atau gratifikasi kepada MAN sebesar Rp60.000.000.000," ucap dia.
Berdasarkan amar putusan dari laman resmi Mahkamah Agung, ketiga korporasi dibebaskan dari segala tuntutan JPU dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit periode Januari 2022 hingga April 2022.
Dalam putusannya pada 19 Maret 2025, majelis hakim menyatakan masing-masing terdakwa korporasi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging).
Putusan itu ternyata berbeda dengan dakwaan JPU, yang menuntut terdakwa Permata Hijau Group, Terdakwa Wilmar Group dan Terdakwa Musim Mas Group terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
Dalam tuntutannya, JPU menjatuhkan pidana denda kepada masing-masing terdakwa korporasi sebesar Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
JPU juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa Permata Hijau Group untuk membayar Uang Pengganti sebesar Rp937.558.181.691,26.
Kemudian, menjatuhkan Terdakwa Wilmar Group untuk membayar Uang Pengganti atas kerugian perekonomian negara sebesar Rp11.880.351.802.619,00.
Lalu, menjatuhkan Terdakwa Musim Mas Group untuk membayar Uang Pengganti atas kerugian perekonomian negara sebesar Rp4.890.938.943.794,1.
Para terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

