
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar (kiri) dan Direktur Penyidikan Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar (kanan) saat konferensi pers perkara dugaan suap penanganan perkara pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya untuk tiga perusahaan industri kelapa sawit di Kejagung, Sabtu (12/4/2025) malam. (Foto: istimewa).
Jakarta, tvrijakartanews - Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami keterlibatan pihak korporasi yang memberikan uang suap terkait
vonis lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng untuk tiga korporasi besar.
Dalam perkara ini, Kejagung baru mengungkapkan adanya keterlibatan Head of Social Security and License Wilmar Group berinisial MSY. Dia merupakan pihak korporasi yang menyiapkan uang Rp 60 miliar untuk menyuap hakim agar perkara ekspor CPO diputus lepas atau onstlag.
"Jadi itulah yang saat ini sedang kami kembangkan ya. Penyidikan terus berjalan dengan waktu yang sangat cepat. Tiga hari penyidik sudah menetapkan 8 orang tersangka," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar dalam jumpa pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025) malam.
Karena itu, Qohar meminta publik bersabar lantaran penyidik masih terus bekerja menyelidiki perkara tersebut.
"Tentu pekerjaan yang sangat singkat dan tentu pekerjaan yang sangat cepat. Untuk itu saya minta para teman-teman bersabar, Setiap perkembangan pasti akan kami sampaikan," kata dia.
Di satu sisi, Qohar mengakui bahwa pihaknya belum mengagendakan pemanggilan terhadap tiga tersangka korporasi dalam kasus suap-menyuap terkait vonis lepas perkara ekspor CPO.
Dia menyebut hal ini karena terbatasnya jumlah penyidik sehingga memerlukan waktu untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
"Dari korporasi, sampai saat ini belum. Kan saya bilang Ini kan nanti dikembangkan terus ya. Baru tiga hari, harus sabar. Penyidik kita itu jumlahnya sangat terbatas. Yang ditangani sangat banyak," imbuh Qohar.
Dalam perkara ini, Kejagung juga kembali menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas kepada terdakwa korporasi besar yang terjerat korupsi ekspor CPO
Dia adalah MSY sebagai Social Security Legal Wilmar Group.
Qohar menjelaskan, MSY merupakan pihak korporasi yang menyiapkan uang Rp 60 miliar untuk menyuap hakim agar perkara ekspor CPO diputus lepas atau onstlag.
Atas perbuatannya, MSY langsung ditahan di Rumah Tahanan Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Dia dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 13 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain MSY, Kejagung juga telah menetapkan tujuh orang tersangka lainnya dalam penanganan perkara ekspor CPO ini.
Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; Agam Syarif Baharuddin (ABS) dan Ali Muhtarom (AM) selaku hakim anggota pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto (DJU) selaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat.
Kemudian, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara Wahyu Gunawan; Ariyanto Bahri dan Marcella Santoso selaku Kuasa Hukum Korporasi.
Kejagung menduga Muhammad Arif Nuryanta menerima suap Rp 60 miliar untuk mengatur perkara ekspor CPO yang dihadapi Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group bisa diputus lepas.
Dia kemudian menunjuk Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin (ABS) dan Ali Muhtarom (AM) sebagai majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
Ketiga hakim itu lantas di-setting setelah mendapatkan uang suap Rp 22,5 miliar untuk memutus perkara yang bergulir di Pengadilan Tipilor Jakarta, dengan putusan lepas atau onstlag.

