
TAKP, tersangka kasus korupsi sampah Tangsel saat digiring ke mobil tahanan Kejati Banten
Serang, tvrijakartanews - Penyidik Kejati Banten kembali menetapkan tersangka dugaan korupsi jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Tangsel.
Kali ini, Kabid Kebersihan DLHK Tangsel berinisial TAKP ditahan penyidik di Rutan Klas IIB Pandeglang selam 20 hari kedepan.
Dengan demikian, hingga saat ini Kejati sudah menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni SYM selaku Direktur PT. EPP, WL selaku Kadis DLHK Tangsel dan TAKP.
Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna mengatakan, penahanan terhadap TAKP setelah adanya surat perintah penyidikan (Seprindik).
"Berdasarkan Seprindik tanggal 16 April 2025 tim penyidik melakukan penahanan tersangka TAKP sebagai KPA dan merangkap PPK dalam dugaan tipikor jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah di DLH Tangsel pada 2024," katanya, Rabu (16/4/2025).
Rangga menjelaskan, tersangka yang menjabat Kabid Kebersihan memiliki peran dalam pelayanan jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah DLHK Tangsel pada tahap pemilihan penyediaan jasa.
Dimana Harga Perkiraan Sementara (HPS) yang dibuat tersangka selaku Pejabat Pembuat Komotmen (PPK), dijadikan dasar referensi harga pada saat negosiasi harga. Tapi ternyata tidak disusun secara keahlian sesuai data yang dapat dipertanggungjawabkan.
"Tersangka tidak melakukan klarifikasi teknis atau fungsi atau kinerja atau ketentuan pada produk katalog elektroniik kepada PT EPP selaku penyedia," jelasnya.
Selain itu, rancangan kontrak yang disahkan tersangka selaku PPK, dijadikan dokumen kontrak tidak disusun dengan benar, karena tidak mengatur tujuan lokasi pengangkutan sampah dan tidak mengatur teknis pengelolaan sampah yang harus dilakukan PT EPP.
Tidak hanya itu, pada tahap pelaksanaan pekerjaan, tersangka mengetahui dan membiarkan PT EPP tidak melaksanakan pekerjaan pengelolaan sampah.
"Tersangka tidak pernah melakukan monitoring atau pengawasan kesesuaian lokasi pembuangan sampah yang faktanya PT. EPP tidak membuang sampah ke lokasi yang sesuai kriteria tempat pemrosesan akhir sebagaimana ketentuan peraturan Perundang-undangan," paparnya.
Kemudian, pada tahap pembayaran dalam kapasitas sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), tersangka tetap menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan melakukan pembayaran 100 persen meskipun terdapat kelengkapan persyaratan administrasi pencairan pembayaran yang tidak dipenuhi oleh PT EPP.
"Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 JO Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999," tegasnya.

