
Ilustrasi pasar (freepik)
Jakarta, tvrijakartanews - Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan mengatakan pada tahun 2023 inflasi Indonesia mencapai 2,61, persen yang dinilai terendah sejak 20 tahun terakhir. Hal ini bukanlah hal yang harusnya dinarasikan oleh pemerintah.
"Lihat inflasi inti hanya 1,8 persen. Ini mencerminkan daya beli yang semakin turun, tidak ada peningkatan pendapatan disitu sehingga orang menahan untuk belanja," kata Abdul Manap saat dihubungi di Jakarta, Rabu (3/1/2024).
Abdul Manap mengatakan tahun lalu inflasi cukup tinggi mencapai 6,7 persen khusus bahan konsumsi. Karena duitnya sudah terkuras ke belanja bahan makanan.
"Karena tahun lalu cukup tinggi inflasinya, sekitar 6,7 persen," ujarnya.
Lebih lanjut, Abdul Manap menjelaskan dengan jumlah itu, daya beli masyarakat menjadi kuat inflasi dari sisi konsumen inilah yang menjadi kontributor utama terhadap pembentukan pertumbuhan.
"Karena 55 persen PDB kita ditopang oleh konsumsi, kalau inflasi tinggi tapi inflasi intinya rendah artinya dorongan untuk mendorong pertumbuhan itu tidak besar," tutur tuturnya.
Menurutnya, dengan inflasi 2,61 persen ini juga tidak bisa menghindari masyarakat kalangan menengah ke bawah yang terpaksa melakukan 'makan tabungan' di tahun ini.
Hal itu terjadi karena ia menilai fenomena seperti itu karena kebanyakan pekerja di Indonesia bekerja pada sektor service atau pelayanan dan jasa.
"Jasa ini kan tidak bisa langsung tiba-tiba membuat inflasi naik. Untuk kompromisasi itulah kita akan mengurangi tabungan kita untuk menutupi kenaikan dari harga tadi, repotnya kan apa yang seperti ini tidak dinarasikan dengan baik," pungkasnya. (Yohanes Abimanyu)