
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Wisnu Wijaya. Foto Istimewa
Jakarta, tvrijakartanews - Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Wisnu Wijaya meminta agar pembagian bantuan sosial atau bansos tetap dilakukan, meski saat ini telah masuk masa kampanye. Pernyataan ini untuk merespon kubu Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud yang menyarankan pembagian bansos ditunda sampai masa Pilpres 2024 selesai, karena khawatir ditunggangi kepentingan politik.
Namun, Wisnu menyebut bansos adalah hak rakyat dan penyalurannya harus tetap dilanjutkan, baik di masa kampanye maupun ketika kepemimpinan nasional berganti.
“Bantuan sosial (bansos) adalah amanat konstitusi (Pasal 34 ayat 1 UUD 1945), yakni kewajiban agar Negara memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, yang kemudian definisi dan rumusannya diperjelas melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin,” ujar Wisnu, Jumat, 5 Januari 2024.
Ia menjelaskan pemenuhan hak masyarakat rentan atas bansos tidak boleh dihambat apalagi ditunda dengan dalih menghindari politisasi bansos. Wisnu juga mengatakan alasannya tidak setuju dengan klaim yang menyebut bansos adalah milik pemerintah.
Ia memaparkan pada Pasal 28 UU No. 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin ditegaskan pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan bantuan pangan dan sandang yang layak, layanan kesehatan yang baik melalui sistem jaminan sosial, bantuan pendidikan, serta pelayanan sosial. Dalam pelaksanaannya, pemerintah menggunakan dana yang diambil dari APBN yang dialokasikan dengan memadai dan mencukupi.
"Jadi, ini menyangkut tanggung jawab Negara kepada warganya yang tidak boleh dihalang-halangi oleh alasan yang sifatnya masih spekulatif,” kata Wisnu.
Ia menambahkan dalam proses penganggaran bansos, memang ada proses politik yang terjadi. Seperti saat pemerintah mengajukan anggaran program perlindungan sosial kepada DPR untuk dibahas dan memperoleh persetujuan. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa mengklaim bansos berasal dari pemerintah. Sebab, jika bansos memang milik pemerintah, maka tidak perlu ada pembahasan dan penyetujuan oleh DPR.
Pemerintah, kata dia, adalah operator yang ditugaskan oleh peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan program bansos. Program tersebut tidak mungkin bisa berjalan jika anggarannya tak disetujui oleh DPR yang diberikan mandat oleh rakyat.
"Artinya, barang ini bukan lah milik penguasa. Ada keterlibatan rakyat melalui DPR dalam proses perencanaan, pembahasan, pelaksanaan hingga pengawasannya. DPR bertanggung jawab memastikan setiap dana APBN yang dipakai oleh pemerintah, manfaatnya kembali kepada rakyat,” kata Wisnu.
Anggota DPR Dapil Jateng 1 ini mengatakan, ke depan program bansos juga perlu mengalami penyempurnaan, baik dari sisi akurasi data maupun output yang diharapkan dari bansos tersebut. Ia menyebut pemerintah saat ini masih memiliki pekerjaan rumah dengan akurasi data penerima bansos.
Sementara dari sisi output, Wisnu mengharapkan lebih banyak bansos yang sifatnya mendorong produktivitas penerima manfaat, ketimbang bansos yang sifatnya “habis-pakai”.
“Pemenuhan kebutuhan pokok khususnya pangan bagi kelompok rentan tetap menjadi yang utama. Namun pemerintah tidak boleh abai bahwa tanggung jawab penanganan fakir miskin juga mencakup penyediaan akses kesempatan kerja," kata dia.