
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul saat bertemu wartawan usai rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Jakarta, Senin (7/7). Foto : Istimewa/ Kemensos
Jakarta, tvrijakartanews - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengungkap temuan awal yang mengejutkan, sebanyak 571.410 rekening penerima bansos terindikasi digunakan untuk aktivitas judi online pada tahun 2024.
Temuan ini didapat dari hasil pemadanan data antara Kementerian Sosial dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Dari total 28,4 juta Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos dan 9,7 juta NIK pemain judi online, ditemukan lebih dari setengah juta NIK yang identik. Artinya, sekitar 2 persen penerima bansos juga terdaftar sebagai pemain judi online.
"Jadi dari penelusuran itu, kita memerlukan koordinasi dengan PPATK supaya tahu dana yang kita salurkan benar-benar dimanfaatkan atau tidak. Presiden mengizinkan kita untuk koordinasi dengan PPATK," kata Gus Ipul dalam keterangan di Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Diketahui, PPATK mencatat adanya sekitar 7,5 juta transaksi terkait judi online dari kelompok ini, dengan nilai total mencapai Rp957 miliar. Gus Ipul menekankan bahwa data ini masih bersifat sementara dan baru berasal dari satu bank.
"Itu hasil sementara yang kita terima dari PPATK, nanti kita analisis dan evaluasi dahulu, kalau sudah semua kita terima datanya akan kita asesmen," kata Gus Ipul.
Sebagai respons atas berbagai temuan tersebut, Kemensos melakukan evaluasi menyeluruh terhadap profil penerima bansos. Mulai 2025, penyaluran bantuan sosial telah mengacu pada Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari upaya serius pemerintah untuk memastikan program bansos tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak.
Di sisi lain, dalam penyaluran bansos triwulan II tahun ini, Kemensos juga mencatat adanya sekitar 300 ribu kasus gagal salur dari total 3 juta penerima. Masalah yang ditemukan meliputi ketidaksesuaian nama dan NIK, serta penerima bantuan yang tercatat menerima selama lebih dari 10 tahun tanpa evaluasi ulang.