
Ilustrasi Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) melarang adanya penarikan beras oplosan yang sudah terlanjur beredar, terutama di pasar ritel modern. (Foto: istimewa).
Jakarta, tvrijakartanews - Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) melarang adanya penarikan beras oplosan yang sudah terlanjur beredar, terutama di pasar ritel modern.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, larangan itu sebagai upaya mencegah kelangkaan beras di tengah temuan beras premium yang tidak sesuai standar mutu.
Menurut dia, beras oplosan yang beredar di tengah masyarakat masih tergolong layak dikonsumsi. Karena itu, NFA meminta ritel menurunkan harga beras yang terindikasi tidak memenuhi standar beras premium ketimbang menariknya dari peredaran.
"Langkah ini supaya tidak shortage di lapangan. Beras-beras ini masih baik, hanya tidak sesuai antara isi dengan packaging-nya. Jadi harganya harus diturunkan sesuai dengan isi yang ada di dalamnya," kata Arief dalam keterangan tertulis, Selasa (29/7/2025).
Dari pengamatan di lapangan, NFA mencatat sejumlah ritel telah menurunkan harga beras yang tak sesuai standar mutu sekitar Rp 1.000 per kilogram.
"Jadi beras yang sudah on sale, yang sudah ada di rak-rak, sudah ada di pasar, itu bukan ditarik kembali, karena kalau ditarik kembali, nanti malah ada kekosongan," ujar Arief.
Di samping itu, Arief khawatir apabila penarikan beras dilakukan secara besar-besaran akan menimbulkan efek domino seperti kasus minyak goreng. Saat itu, penarikan minyak goreng dari rak-rak membuat kelangkaan sehingga menyebabkan kegaduhan di masyarakat.
"Nah, itu kita minta untuk di adjust harganya. Jadi customer tetap bisa beli beras sesuai kualitas yang ada. Dulu ada kejadian minyak goreng, kemudian semua rak kosong, tidak ada barang, itu malah bisa membuat suatu kegaduhan baru lagi. Padahal masalah beras ini pada broken rice-nya," imbuh dia.
Adapun, kasus dugaan pengoplosan beras terungkap setelah Kementerian Pertanian menyampaikan hasil investigasi kepada Kapolri pada 26 Juni 2025, terkait peredaran beras premium dan medium yang tidak memenuhi standar mutu, harga, dan berat kemasan.
Dari total 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi, ditemukan 85,56 persen beras premium tidak sesuai standar mutu, 88,24 persen beras medium tidak sesuai standar mutu, lebih dari 50 persen dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan banyak beras dengan berat riil di bawah yang tertera di kemasan.
Dalam pengungkapan ini, Satgas Pangan Polri juga menaikkan kasus beras oplosan ke tahap penyidikan.
Nantinya, para tersangka akan disangkakan melanggar Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

