
Bareskrim Polri menggelar konferensi pers terkait kasus beras oplosan di Mabes Polri, Selasa (5/8/2025). Tiga pimpinan PT PIM ditetapkan sebagai tersangka kasus beras oplosan merek Sania, Fortune, Sovia, dan SIIP. (Foto: istimewal.
Jakarta, tvrijakartanews - Bareskrim Polri menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana memproduksi dan memperdagangkan beras yang tidak sesuai dengan standar mutu.
Mereka adalah S selaku Presiden Direktur, AI selaku Kepala Pabrik, dan DO selaku Kepala Quality Control dari PT. PIM-produsen beras merek Sania, Fortune, Sovia, dan SIIP.
"Kami telah menemukan cukup bukti untuk menetapkan tiga orang sebagai tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri sekaligus Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, saat konferensi pers di Mabes Polri, Selasa (5/8/2025).
Helfi mengungkapkan bahwa penyidik juga menemukan produk beras premium merek Sania, Fortune, Sovia dan SIIP yang beredar di pasar tradisional maupun ritel modern tersebut tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana diatur dalam Permentan No. 31 Tahun 2017 dan Perbadan No. 2 Tahun 2023.
Kemudian, penyidik melakukan penyidikan secara komprehensif, termasuk memeriksa 24 orang saksi, penggeledahan dan penyitaan barang bukti di kantor dan gudang PT. PIM di Serang, serta uji laboratorium yang melibatkan Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Pascapanen Pertanian.
"Ini merupakan bentuk pengelabuan terhadap konsumen yang tidak dapat kami toleransi,” tegas Helfi.
Selain itu, Polri menemukan adanya kelemahan dalam sistem pengendalian mutu internal perusahaan. Dari 22 pegawai, hanya satu petugas Quality Control (QC) yang tersertifikasi.
"Bahkan, proses pengecekan mutu yang seharusnya dilakukan setiap dua jam, hanya dilaksanakan satu hingga dua kali dalam sehari," ucap dia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.