
Kegiatan DP2KBP3A di kantor terkait kekerasan perempuan dan anak ( Sumber : Tb Agus Jamaludin )
Pandeglang, tvrijakartanews - Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Pandeglang menggalang keberanian masyarakat dalam menentang kekerasan terhadap perempuan dan anak. Program ini didorong melalui optimalisasi berbagai inisiatif strategis yang menyasar akar permasalahan sekaligus membangun kapasitas warga secara menyeluruh
Kepala DP2KBP3A Pandeglang, Gimas Rahadyan, mengatakan kasus kekerasan bukan hanya terjadi belakangan ini, melainkan sudah sejak lama. Bedanya, saat ini kasus lebih mudah terungkap karena kanal pelaporan makin terbuka.
"Berbeda dengan dulu, kanal untuk speak-up itu masih terbatas dan orang masih menganggap sebagai aib. Tapi sekarang, dengan edukasi yang terus diberikan, korban maupun lingkungan sekitarnya bisa membantu melaporkan," katanya Kepqda wartawan, Senin 8 September 2025.
Menurutnya, pihaknya saat ini memiliki standar operasional penanganan kasus melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Penanganan dilakukan dengan pendampingan psikolog, penyediaan rumah aman, hingga menjauhkan korban dari potensi bahaya lanjutan.
"Secara preventif kami juga sudah mendeklarasikan komitmen bersama, dari tingkat desa sampai kecamatan, untuk mengecam keras kekerasan terhadap perempuan dan anak," jelasnya.
Masih kata Gimas, kesadaran masyarakat yang tumbuh membuat lebih banyak kasus terungkap dan laporan meningkat. Meski begitu, upaya pencegahan harus terus diperkuat karena modus kejahatan makin beragam seiring perkembangan teknologi.
"Banyak kasus yang ternyata dilakukan berulang kali. Artinya pengawasan di tingkat desa, kelurahan, dan RT/RW belum maksimal. Padahal kami punya 2.204 kader se-Kabupaten Pandeglang yang bekerja di bawah forum KB untuk membantu," pungkasnya.
Dari data Data yang tercatat di DP2KBP3A , sepanjang Januari–Juni 2025, terdapat 43 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Pandeglang. Jumlah tersebut meningkat dibanding jumlah kasus pada periode yang sama tahun sebelumnya (sekitar 33 kasus). Mayoritas korban adalah anak sekolah, salah satunya kejadian di pesantren dengan delapan korban anak perempuan (oleh pengajar).
" Selain itu,kami juga menggencarkan pelaksanaan program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) sebagai pendekatan strategis berbasis komunitas. Fokusnya mencakup edukasi kesetaraan gender, pendampingan psikologis, pelatihan keterampilan bagi perempuan, serta pembentukan forum anak dan mekanisme perlindungan terpadu di tingkat lokal, " imbuhnya.
Nuriah, menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat demi menciptakan Desa ramah perempuan dan anak serta mencegah pernikahan dini, perceraian, dan kekerasan dalam rumah tangga.
" Agar masyarakat tidak takut melaporkan kekerasan—yang selama ini sering tertunda karena rasa malu atau takut dikucilkan, " tandasnya.

