
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalimantan Timur, Dayang Donna Walfiaries Tania (DDW) yang juga merupakan putri eks Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroe Ishak mengenakan rompi oranye tahanan KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur.
Jakarta, tvrijakartanews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalimantan Timur, Dayang Donna Walfiaries Tania (DDW) yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, penahanan terhadap Dayang dilakukan selama 20 hari pertama, terhitung mulai Selasa (9/10/2025).
"KPK kembali menyampaikan terkait upaya paksa penahanan terhadap Saudari DDW selaku Ketua Kadin Kalimantan Timur. Penahanan dilakukan di Cabang Rumah Tanah Negara Kelas IIA, Pondok Bambu, Jakarta Timur," kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (10/10/2025).
Selain itu, KPK juga telah menetapkan mantan Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroe Ishak (AFI) dan pengusaha tambang Rudy Ong Chandra (ROC) sebagai tersangka kasus tersebut.
Namun, KPK menghentikan perkara yang menjerat AFI lantaran ayah dari Dayang Donna itu meninggal dunia. Sementara, Rudy Ong telah dilakukan penahanan sejak 21 Agustus 2025.
Asep memaparkan, konstruksi perkara ini bermula ketika Rudy Ong ingin mengurus perpanjangan 6 Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada Juni 2014.
Padahal, 6 IUP milik Rudy tersebut tengah menghadapi gugatan perdata di pengadilan dan proses pidana di kepolisian setempat.
Untuk mengupayakan 6 IUP tersebut, Rudy diduga mengirimkan uang Rp 3 miliar, termasuk fee untuk Iwan Chandra, yang merupakan kolega dari Sugeng, seorang makelar dari Samarinda untuk mengurus 6 IUP tersebut.
Kemudian, Iwan Chandra bertemu dengan Amrullah selaku Kepala Dinas ESDM Kaltim untuk meminta bantuan perpanjangan IUP.
Selanjutnya, Iwan Chandra menyerahkan surat permohonan perpanjangan IUP atas nama PT Sepiak Jaya Kaltim, PT Cahaya Bara Kaltim, PT BJL, PT Bunga Jadi Lestari, dan PT Anugerah Pancaran Bulan ke Badan Perizinan dan Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPPM-PTSP) Kaltim pada Januari 2015.
Setelah surat pengajuan perpanjangan 6 IUP diterima pihak BPPMD-PTSP Kaltim, Iwan Chandra mengirimkan uang sejumlah Rp 150 juta kepada Markus Taruk Allo selaku Kepala Seksi Pengusahaan Dinas ESDM Pemprov Kaltim dan uang senilai Rp 50 juta kepada Amrullah.
Di satu sisi, Dayang Donna Walfiaries menghubungi Amrullah untuk menanyakan proses perpanjangan 6 IUP dari perusahaan milik Rudy Ong Chandra.
Pada Februari 2015, Rudy melalui perantara Sugeng menghubungi Dayang sekaligus bernegosiasi atas fee dari proses 6 IUP tersebut.
Dayang mengatakan bahwa sebelumnya Iwan telah menghubunginya dan memberi harga 'penebusan' atas 6 IUP itu sebesar Rp 1,5 miliar. Namun, Ia menolak dan meminta harga '
penebusannya sebesar Rp 3,5 miliar untuk 6 IUP tersebut.
Setelah permintaan tersebut dipenuhi, kata Asep, terjadi pertemuan di salah satu hotel di Samarinda antara Rudy, Dayang, dan Iwan.
Saat itu, Iwan mengantarkan amplop berisi uang sejumlah Rp 3 miliar dalam pecahan Dollar Singapura atas perintah Rudy, dan Sugeng memberikan uang Rp 500 juta dalam pecahan Dollar Singapura kepada Dayang.
"Setelah terjadi transaksi tersebut, Rudy melalui Iwan menerima dokumen berisi SK 6 IUP dari Dayang yang Imas Julia selaku babysitter Dayang," ucap Asep.
Atas serangkaian perbuatannya itu, Rudy Ong Chandra selalu pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Dayang Donna Walfiaries Tania selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.