Saksi Kasus Korupsi Kuota Haji Diminta Kooperatif, KPK Ingatkan Ada Upaya Paksa jika Mangkir
NewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Komisi Pemberantasan Korupsi.

Jakarta, tvrijakartanews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta setiap saksi yang dipanggil penyidik terkait kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 untuk kooperatif hadir dalam pemeriksaan.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan hal itu menyusul adanya salah satu saksi dari biro perjalanan yang mangkir dari panggilan KPK pada Selasa (7/10/2025).

"Saksi 1 (Supratman Abdul Rahma selaku Direktur PT Sindo Wisata Travel) tidak hadir tanpa keterangan," kata Budi dalam keterangannya, Rabu (8/10/2025).

Karena itu, Budi mengimbau kepada saksi yang dipanggil agar kooperatif hadir untuk memberikan keterangan yang dibutuhkan dalam proses penyidikan ini.

Dia mengingatkan bahwa ketidakhadiran saksi tanpa keterangan akan menjadi pertimbangan bagi penyidik untuk melakukan upaya paksa seperti penjemputan paksa.

"Ketidakhadiran tanpa keterangan ini juga akan menjadi pertimbangan penyidik untuk langkah-langkah berikutnya," ujarnya.

Diketahui, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi kuota haji era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Namun, KPK belum menetapkan seorang sebagai tersangka meski kasus ini telah naik ke tahap penyidikan.

KPK telah mencegah tiga pihak untuk ke luar negeri, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan eks Stafsus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz, dan bos Maktour Fuad Hasan Masyhur.

Mereka dicegah ke luar negeri selama enam bulan. Sebab, keberadaan ketiganya di Indonesia dibutuhkan untuk penyidikan perkara tersebut.

Kasus ini berawal karena ada dugaan penyimpangan pengalihan setengah kuota haji tambahan ke haji khusus yang tidak sesuai aturan.

Kala itu, pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan 20 ribu kuota haji untuk Indonesia di era Yaqut.

Jika merujuk pada UU Haji, kuota haji khusus 8 persen dari kuota haji RI. Karena itulah, pembagian kuota tambahan haji pada tahun 2024 itu melebihi jumlah yang diatur UU.

Atas dasar itu, KPK menduga awal kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1 triliun. Selain itu, KPK juga mengungkap ada ratusan travel yang terlibat dalam pengurusan kuota haji tambahan dengan Kemenag.