Refleksi Dunia Digital, Mahasiswa Diajak Pahami ‘Dopamine Effect’ di Media Sosial
NewsHot
Redaktur: Heru Sulistyono

Fakultas Komunikasi dan Desain Kreatif (FKDK) Universitas Budi Luhur, Jakarta menggelar sesi reflektif bertajuk “Bijak Bermedia Sosial ala Bang Geeek”,

Tangsel, tvrijakartanews – Fakultas Komunikasi dan Desain Kreatif (FKDK) Universitas Budi Luhur, Jakarta menggelar sesi reflektif bertajuk “Bijak Bermedia Sosial ala Bang Geeek”, sebagai upaya mengajak mahasiswa memahami dampak emosional dan psikologis dari penggunaan media sosial di tengah derasnya arus digitalisasi dan budaya pencarian validasi.

Kegiatan ini melibatkan berbagai unsur kampus, seperti Radio Budi Luhur, BLTV, BEM FKDK, dan HIMAKOM.

Pengamat budaya digital, Geofakta Razali yang akrab disapa Bang Geeek melalui keterangan secara tertulis menjelaskan, dalam era digital saat ini banyak masyarakat yang tanpa sadar menggunakan media sosial untuk mencari pengakuan diri.

“Kita tidak sedang melihat dunia, kita sedang melihat diri yang belum selesai,” ujarnya, Selasa (21/10/2025).

Ia menuturkan, fenomena ini dikenal sebagai “Dopamine Effect, di mana setiap notifikasi, like, atau komentar di media sosial memicu pelepasan hormon dopamin yang menimbulkan sensasi menyenangkan.

Hal ini membuat pengguna terdorong untuk terus mencari validasi, bukan semata karena membutuhkan informasi, melainkan karena ingin diakui.

“Setiap like dan komentar memicu sensasi kecil dari hormon dopamin yang membuat kita terus mencari validasi. Itu bukan karena haus informasi, tapi karena ingin diakui,” jelasnya.

Menurut Bang Geeek, kondisi tersebut berpotensi menimbulkan ketergantungan emosional terhadap notifikasi digital, sehingga penting bagi pengguna, terutama mahasiswa untuk memiliki kemampuan mengendalikan diri dan menjaga kesadaran penuh dalam berinteraksi di ruang digital.

“Kebijaksanaan digital bukan tentang keluar dari media sosial, tetapi tentang hadir dengan kesadaran penuh di dalamnya,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Bang Geeek juga menyoroti pentingnya empati digital, yaitu kemampuan memahami emosi dan konteks di balik teks atau unggahan seseorang.

“Di era komunikasi serba cepat, empati menjadi keterampilan penting agar interaksi digital tidak terjebak pada kesalahpahaman,” tambahnya.

Sementara, Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FKDK Universitas Budi Luhur, Haronas Kutanto, menyampaikan harapannya agar mahasiswa mampu menjadi pengguna media sosial yang lebih bijak, kreatif, dan bertanggung jawab.

“Kami berharap mahasiswa tidak sekadar menjadi pengguna media sosial, tetapi juga mampu mengembangkan pola pikir yang kritis, kreatif, dan bertanggung jawab,” ujarnya.

Melalui kegiatan ini, FKDK Universitas Budi Luhur berupaya menanamkan kesadaran bahwa literasi digital bukan hanya tentang keterampilan teknis, tetapi juga tentang keseimbangan emosional, etika, dan empati dalam bermedia sosial.