Penurunan Suku Bunga Lebih Awal, Rupiah Ditutup Melemah 5 Poin
EkonomiNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Ilustrasi rupiah (freepik)

Jakarta, tvrijakartanews - Nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan sore hari ini. Mata uang garuda melemah 5 poin atau atau 0,03 persen.

Sebagaimana dikutip data Bloomberg, Senin (15/1/2024), rupiah ditutup melemah 5 poin di level Rp15.555 per dolar AS. Sedangkan data Yahoo Finance dolar melemah 6 poin atau 0,38 persen di level Rp15.550 per dolar AS.

Sedangkan data Bank Indonesia (BI) mencatat rupiah ditutup Rp15.555 per dolar (AS). Sedang penutupan tanggal Jumat (12/1/2024) berada di level Rp15.559 per dilar AS.

Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pasar tampaknya mempertahankan ekspektasi mereka terhadap penurunan suku bunga lebih awal oleh Federal Reserve.

"Alat CME Fedwatch menunjukkan para pedagang memperkirakan peluang sebesar 70% untuk penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Maret, naik dari peluang 64% yang terlihat pada minggu lalu," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (15/1/2024).

Ibrahim mengatakan taruhan terhadap penurunan suku bunga lebih awal diperkuat oleh data pada hari Jumat, yang menunjukkan inflasi indeks harga produsen turun lebih dari perkiraan pada bulan Desember.

"Berdasarkan laporan tersebut didahului oleh data yang menunjukkan kenaikan inflasi CPI yang lebih besar dari perkiraan pada bulan tersebut," jelasnya.

Lebih lanjut, Ibrahim menuturkan fokus kini tertuju pada pidato sejumlah pejabat The Fed pada minggu ini, yang diperkirakan akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai rencana bank tersebut untuk menurunkan suku bunga tahun ini.

"Data penjualan ritel AS juga akan dirilis akhir pekan ini, dan diperkirakan akan menjadi faktor dalam prospek inflasi negara tersebut," ucapnya.

Selain itu, Ibrahim menuturkan Bank Rakyat Tiongkok secara tak terduga mempertahankan suku bunga pinjaman jangka menengah tidak berubah. Langkah ini menunjukkan tidak adanya perubahan pada suku bunga acuan pinjaman PBOC pada bulan Januari.

Namun tidak adanya penurunan suku bunga juga menunjukkan bahwa PBOC memiliki ruang terbatas untuk melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut dan mendukung perekonomian Tiongkok.

"Data produk domestik bruto kuartal keempat, yang dirilis pada hari Rabu, diperkirakan menunjukkan bahwa perekonomian Tiongkok tumbuh lebih dari target pemerintah sebesar 5 persen pada tahun 2023," tambahnya.

Namun pertumbuhan tersebut juga berasal dari basis yang rendah untuk dibandingkan dengan tahun 2022. Kekhawatiran atas melambatnya pemulihan ekonomi pasca-Covid di Tiongkok membebani yuan sepanjang tahun lalu, dengan mata uang tersebut berada di peringkat unit Asia dengan kinerja terburuk pada tahun 2023.

Neraca Perdagangan Indonesia Diperkirakan Surplus

Ibrahim menjelaskan neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih akan mencatat surplus di akhir tahun 2023. Namun, akan sedikit menyusut bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

"Sedangkan surplus neraca perdagangan pada Desember 2023 diprediksi sebesar USD1,83 miliar. Artinya, surplus neraca perdagangan di Desember 2023 diramal lebih rendah dari surplus pada November 2023 yang senilai USD2,41 miliar. Menandakan penurunan keempat secara berturut-turut," ungkapnya.

Mengantisipasi penurunan ekspor karena permintaan yang lemah, terutama dari negara-negara mitra dagang karena aktivitas perdagangan global masih lemah. Sementara impor sudah mulai menunjukkan perbaikan impor bahan baku dan konsumsi karena ekonomi domestik yang kuat.

Ekspor diperkirakan akan mengalami kontraksi sebesar -8,38 persen yoy pada Desember, yang bulan sebelumnya juga terkontraksi -8,56 persen yoy. Sementara, untuk Impor diramal tumbuh 0,68 persen yoy, yang pad bulan sebelumnya 3,29 persen yoy.

Kinerja perdagangan tetap lemah pada Desember 2023, karena permintaan masih stagnan karena ekonomi global yang lemah. Oleh karena itu, secara kumulatif pada tahun 2023, diperkirakan total ekspor Indonesia dapat mencapai USD258 miliar atau turun 11,53 persen yoy.

"Sementara impor sebesar USD222 miliar atau turun 6,2 persen yoy. Dengan demikian, neraca perdagangan diperkirakan masih surplus sebesar USD35,5 miliar," tandasnya.