
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa. (Humas IESR)
Jakarta, tvrijakartanews - Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menduga ada permasalahan struktural yang menyebabkan target investasi energi terbarukan tidak pernah tercapai selama era pemerintahan Presiden Jokowi. Sementara di dunia, investasi energi terbarukan terus meningkat bahkan melampaui investasi energi fosil dalam lima tahun terakhir.
“Kami mengusulkan adanya evaluasi serius terhadap persoalan ini sehingga pemerintah bisa dengan cepat memperbaiki lingkungan yang memungkinkan (enabling environment) perbaikan iklim investasi energi terbarukan, salah satunya tinjauan ulang atas subsidi batubara lewat skema DMO dan domestic coal pricing obligation untuk PLTU PLN,” kata Fabby dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Fabby mengatakan akselerasi pembangunan energi terbarukan merupakan keniscayaan untuk mencapai target bauran yang tinggi di 2030 sebagaimana yang dinyatakan oleh target JETP, dan untuk mendukung pembangunan rendah karbon Indonesia.
“Berbeda dengan pandangan awam, harga listrik energi terbarukan jauh lebih murah dan kompetitif atas energi fosil,” ujarnya.
Dari laporan capaian KESDM ini, kata Fabby, menteri ESDM sudah mengakui biaya energi terbarukan dan biaya integrasi untuk PLTS dan PLTB, sudah dapat kompetitif dengan PLTU baru. Seharusnya sudah tidak ada keraguan lagi dalam memberikan dukungan akselerasi energi terbarukan.
“Perlu diperhatikan kesenjangan (gap) dan penundaan (delay) di pengembangan energi terbarukan dari hulu ke hilir dan coba dibangun strateginya,” jelasnya.
Menurutnya. intensitas emisi listrik Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan. Ini dapat menghambat minat investasi industri-industri multinasional yang menetapkan syarat ketersediaan listrik yang rendah emisi dan kemudahan akses pada energi terbarukan.
“Pemerintah harus berupaya menurunkan intensitas emisi GRK di sistem kelistrikan, dengan cara mengurangi pembangkit energi fosil dan menambah pembangkit energi terbarukan. Salah satu opsinya adalah pensiun dini PLTU PLN yang telah berusia di atas 30 tahun pada 2025, yang juga dapat mendorong percepatan pembangkit energi terbarukan,” kata Fabby.
Sementara itu, Manajer Program Transformasi Energi, IESR Deon Arinaldo, mengatakan termasuk dari identifikasi dan pengembangan kandidat proyek energi terbarukan awal, proses masuknya kandidat ke perencanaan PLN, bagaimana proses pengadaan energi terbarukan di PLN.
“Selain itu alokasi risiko yang jelas antara PLN dan IPP bagi energi terbarukan yang dikembangkan swasta,” kata Deon.
Kontras dari rendahnya capaian bauran energi terbarukan, KESDM menyebutkan terjadi penurunan emisi GRK di sektor energi tahun 2023 sebesar 127,67 juta ton karbon dioksida dari target 116 juta ton karbon dioksida.
“Capaian penurunan emisi sektor energi melebihi target patut diapresiasi,” ujar Deon.
Deon menjelaskan perlu dicatat juga bahwa target penurunan emisi sektor energi berdasarkan pada target enhanced NDC Indonesia, yang sayangnya belum kompatibl dengan jalur 1,5 C sesuai Persetujuan Paris.
“Pemerintah butuh mengeksplorasi strategi baru, melibatkan sektor energi lainnya seperti sektor konsumsi energi di sektor industri, transportasi, dan gedung dan bahkan yang saling berhubungan antar sektor (sector coupling),” tandas Deon.

