Kenali 5 Tanda Cyberchondria yang Dapat Berdampak Serius pada Kesehatan Mental
Tekno & SainsNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Foto: study finds (© luchschenF – stock.adobe.com)

Jakarta, tvrijakartanews - Cyberchondria adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kecemasan ekstrem dan tidak beralasan yang dialami oleh seseorang yang mencari informasi medis secara online. Selama beberapa tahun terakhir, Internet telah dibanjiri dengan informasi kesehatan. Kebanyakan orang mencari informasi kesehatan secara online pada suatu waktu. Penelitian menunjukkan bahwa 90 persen orang Amerika mencari informasi kesehatan di berbagai situs web, dan sekitar 33 persen mencari diagnosis suatu kondisi. Jumlahnya mungkin lebih besar selama pandemi Covid-19.

Bagi sebagian orang, akses terhadap materi kesehatan online bersifat informatif dan memberdayakan. Namun perlu diingat bahwa informasi yang ditemukan adalah tentang suatu kondisi secara umum. Mengingat hal tersebut, pencarian gejala dapat membawa seseorang ke jalan yang panjang dan gelap, penuh liku-liku, dengan ancaman palsu atau informasi negatif yang membuat orang percaya bahwa dirinya memiliki kondisi kesehatan yang serius, atau bahkan mematikan. Jika ini terjadi, cyberchondria bisa muncul. Sulit untuk menghilangkan kecemasan yang timbul dari pencarian online. Beberapa orang akan meyakinkan diri sendiri bahwa dirinya mempunyai kondisi medis yang mengancam, meski belum dikonfirmasi oleh ahli medis .

Cyberchondria bukanlah diagnosis formal. Ada beberapa perdebatan mengenai definisi cyberchondria di kalangan ahli dan peneliti psikologi. Banyak yang percaya bahwa cyberchondria relatif umum terjadi.

Gejala siberkondria

Karena cyberchondria bukan suatu kondisi formal, tidak ada gejala atau kriteria diagnostik resmi. Tanda-tanda yang dilaporkan berbeda antar sumber. Menurut Skala Keparahan Cyberchondria, beberapa tandanya antara lain:

  • Menghabiskan setidaknya 1 hingga 3 jam untuk meneliti gejala secara online.
  • Pencarian online membuat diri merasa tertekan dan cemas, bukannya diyakinkan atau diberdayakan
  • Kebutuhan untuk mencari informasi kesehatan terasa kompulsif dan sulit ditolak.
  • Takut mengidap beberapa penyakit, bukan hanya satu atau dua.
  • Merasa perlu mencari kepastian dari dokter atau ahli medis.
  • Tidak mempercayai jawaban yang didapatkan dari seorang profesional medis.
  • Merasakan kebutuhan kompulsif untuk memeriksa ulang gejala Anda secara online, bahkan setelah melakukan pencarian menyeluruh sebelumnya.

Cyberchondria dapat berdampak serius pada kesehatan mental

Cyberchondria, seperti gangguan kecemasan yang terdiagnosis, atau kecemasan umum, dapat berdampak pada kualitas hidup seseorang, terutama jika sudah parah. Hal ini dapat melemahkan dan mempersulit melakukan aktivitas sehari-hari.

Kecemasan dapat memicu stres dan menimbulkan gejala fisik, termasuk peningkatan tekanan darah dan sakit kepala. Kecemasan juga dapat berdampak pada hubungan dengan teman dan keluarga, atau berdampak buruk di tempat kerja jika terus-menerus berteriak sakit untuk mengatasi gejala yang dialami. Bahkan bisa menimbulkan kerugian finansial jika penderita rutin menjalani tes kesehatan atau bolos kerja.

Meskipun penyebab pasti cyberchondria tidak jelas, seperti bentuk kecemasan lainnya, terdapat faktor risiko. Orang dengan depresi atau kecemasan mungkin lebih rentan terhadap cyberchondria karena kondisi kesehatan mental tersebut membuat mereka rentan terhadap rasa khawatir.

5 Tanda Seseorang Alami Cyberchondriac:

  1. Memeriksa informasi gejala secara online 1 hingga 3 jam setiap hari. Rata-rata, orang yang menunjukkan tingkat kecemasan tinggi terhadap penyakit menghabiskan lebih dari 2 jam sehari untuk mencari informasi secara online pada hari terburuk mereka. Sebaliknya, orang dengan kecemasan penyakit rendah menghabiskan waktu kurang dari satu jam, atau paling lama 1 jam pada hari terburuk mereka.
  2. Takut menderita beberapa penyakit berbeda. Mereka yang mempunyai kecemasan tinggi terhadap penyakit takut menderita hampir 5 penyakit dibandingkan dengan rekan mereka yang memiliki kecemasan sakit rendah, yang takut menderita kurang dari 2 penyakit.
  3. Memeriksa gejala yang dialami 3 sampai 4 (atau lebih) kali. Orang yang memiliki tingkat kecemasan tinggi terhadap penyakit tidak hanya menghabiskan lebih banyak waktu, tetapi juga mengambil lebih banyak kesempatan untuk mencari informasi secara online mengenai gejala mereka.
  4. Mencari informasi gejala secara online membuat seseorang merasa lebih cemas. Jika mereka yang memiliki tingkat kecemasan tinggi terhadap penyakit mencoba meyakinkan diri mereka sendiri, pemeriksaan online hanya akan memperburuk keadaan mereka. Selama dan setelah sesi pemeriksaan, mereka melaporkan kecemasan yang jauh lebih tinggi dibandingkan individu yang mendapat skor rendah pada skala kecemasan penyakit.
  5. Kesehatan seseorang stabil secara medis. Meskipun orang yang memiliki tingkat kecemasan tinggi terhadap penyakit mempunyai tingkat kecacatan yang lebih tinggi, kesehatan mereka belum mengalami perubahan besar. Mereka lebih kecil kemungkinannya untuk mengidap penyakit medis yang tidak stabil dibandingkan mereka yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah terhadap penyakit.

Peneliti menyarankan, jika seseorang merasa menderita cyberchondria, berhentilah mengakses internet untuk mencari informasi kesehatan. Meskipun informasi terkait kesehatan pada dasarnya tidak berbahaya, obsesi yang berkembang dapat menjadi sumber kecemasan yang signifikan. Pertimbangkan untuk berbicara dengan dokter layanan primer, tentang kecemasan kesehatan dan informasi medis secara online. Penderita juga dapat berbicara dengan ahli kesehatan mental, seperti terapis atau konselor, untuk membantu penderita memahami dan mengelola kecemasan yang muncul seputar informasi kesehatan dan medis.