KKP Ungkap Masalah Kekurangan Pangan Meningat dari 7,9 Persen Jadi 9,2 Persen
EkonomiNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. (FOTO: tvrijakartanews/ John Abimanyu)

Jakarta, tvrijakartanews - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan permasalahan pangan dunia masih menjadi isu utama. Berdasarkan data 2023 persentase masyarakat dunia yang mengalami kekurangan pangan meningkat dari 7,9 persen pada 2019 menjadi 9,2 persen pada 2022.

“Permasalahan terkait pangan dunia diperkirakan akan terus menjadi isu utama mengingat bertambahnya populasi dunia seiring berjalannya waktu,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam acara Indonesia Marine and Fisheries Business Forum 2024, Senin (5/2/2024).

Sakti mengatakan populasi dunia diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 30 persen pada 2050 menyentuh angka 9,7 miliar jiwa.

“Peningkatan populasi tersebut berdampak pada peningkatan kebutuhan protein sebesar 70 persen yang mana sumber protein yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut bersumber dari sumber daya hayati laut,” tuturnya.

Ia menegaskan kondisi ini menurut Sakti akan membuka peluang yang besar bagi industri dan pelaku bisnis. Sebab proyeksi dari global Seafood market pasar global akan tumbuh dengan laju tahunan hingga 8,92 persen.

Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP) menyampaikan investasi kelautan dan perikanan Indonesia data triwulan III Tahun 2023 mencapai Rp9,56 triliun. Hal ini diikuti dengan penanaman modal dalam negeri Rp5,32 triliun dan Kredit investasi Rp2,84 triliun.

“Jadi investasi kelautan dan perikanan Indonesia data triwulan III Tahun 2023 mencapai Rp9,56 triliun, terdiri dari penanaman modal dalam negeri sebesar Rp5,32 triliun PMA Rp1,4 triliun dan kredit investasi Rp2,84 triliun,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dalam acara Indonesia Marine and Fisheries Business Forum 2024, Senin (5/2/2024).

Sakti mengatakan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) tersebar dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) mencapai Rp370,4 miliar disusul Malaysia sebesar Rp240,47 miliar, dan Swis Rp152,89 miliar.