Jumlah Surat Suara untuk Diaspora di Australia Kurang, KPU: Kami Sudah Sediakan Susai Undang-Undang
Cerdas MemilihNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Gedung KPU RI. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Kepala Divisi Logistik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Yulianto Sudrajat merespons soal potensi kurangnya surat suara untuk diaspora Indonesia yang bakal mencoblos di Australia. Akibat kurangnya surat suara tersebut, sebanyak 2.000 WNI terancam tidak bisa mencoblos.

Menurut Sudrajat, pihaknya sudah menyediakan surat suara sesuai dengan data pemilih yang diserahkan Panitia Pemilih Luar Negeri (PPLN) Australia. Selain itu, pihaknya juga sudah melebihkan surat suara di sana sebanyak dua persen seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Ini (jumlah surat suara) sebenarnya sesuai pengaturan PPLN sejak awal. Enggak tahu-tahu sudah begini. Jadi sudah ada pengaturan sejak awal, sebaran DPS (Daftar Pemilih Sementara) dan data pemilih DPTb (Daftar Pemilih Tambahan) juga," ujar Sudrajat saat dihubungi tvrijakartanews.com, Rabu, 7 Februari 2024.

Mengenai 2.000 diaspora yang terancam tak bisa mencoblos, ada kemungkinan hal itu terjadi lantaran mereka lupa melapor pindah DPT. Sehingga, ada selisih cukup besar antara DPT Australia yang dilaporkan ke KPU RI dengan yang ada saat ini.

Ia menyebut para diaspora yang belum tercatat itu juga tidak bisa mencoblos, jika sebelumnya tak melakukan pelaporan pindah DPT.

"Ya ndak bisa, nanti pemilihnya jadi dobel kalau ga melapor. Misalnya A ga laporan pindah memilih, artinya namanya dia sudah terdaftar di DPT asal kan. Terus tahu-tahu pindah memilih, kan berarti nanti namanya tercatat dua. Tercatat di TPS asal dan nanti kalau tahu-tahu pindah tanpa lapor, akan tercatat di DPT tujuan. Jadi tercatat dua. Makanya harus lapor biar DPT ga dobel. Ketersediaan surat suara kan sudah disediakan di TPS asal," kata Sudrajat.

Sebelumnya, Presiden Persatuan Pelajar Indonesia Australia (PPI Australia) Wildan Ali mengatakan sebanyak 2.000 diaspora Indonesia di Australia berpotensi tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024. Hal ini disebabkan jumlah surat suara yang diberikan KPU hanya lebih 2 persen dari jumlah surat suara keseluruhan.

Ia memaparkan jumlah pemilih dalam DPT di Australia mencapai 35.000 orang. Sementara, estimasi pemilih tambahan mencapai 2700 orang.

"Jumlah surat suara tambahan hanya sekitar 700 surat suara, itu berarti 2000 pemilih tambahan berpotensi tidak bisa memilih. Mayoritas pemilih tambahan ini adalah mahasiswa," ujarmya saat dihubungi pada Selasa (6/2/2024).

Untuk masalah ini, Wildan mengungkapkan kekecewaannya karena justru keterlibatan mahasiswa selama masa sosialisasi pemilu sangat besar. Hal ini ditunjukkan dengan keterlibatan mahasiswa dalam keanggotaan PPLN maupun KPPSLN di Australia. Tak hanya itu, sosialisasi kepada diaspora Indonesia untuk menggunakan hak pilihnya melibatkan PPIA.

"Fokus PPIA ini sejalan dengan kerjasama antara KPU dan PPID, yang mengharapkan partisipasi mahasiswa dalam panitia Pemilu, yang kami respon positif dengan keterlibatan mahasiswa pada keanggotaan PPLN ataupun PPSLN, namun ironis jika justru ribuan mahasiswa kemungkinan tidak bisa berpartisipasi karena tidak adanya jaminan ketersediaan surat suara," lanjutnya.

Wildan sendiri berharap hal ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi KPU agar kejadian serupa tidak terulang. Terlebih lagi mahasiswa yang sudah antusias untuk mengikuti pemilu, tapi ternyata tidak bisa menggunakan hak suaranya karena keterbatasan surat suara. Wildan berharap ada perubahan aturan agar diaspora Indonesia bisa menggunakan hak pilihnya.

"Alangkah baiknya jika regulasi dapat diubah untuk bisa menjamin hak suara, atau menambah alokasi surat suara terhadap para pemilih di Australia. Sehingga rakyat Indonesia di Australia terutama Mahasiswa dapat berpartisipasi di pesta demokrasi terbesar Republik Indonesia," pungkasnya.