Kapal Selam Hilang Secara Misterius di Bawah Gletser Thwaites di Antartika
Tekno & SainsNewsHot
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Foto: ifl science/ NASA/OIB/Jeremy Harbeck Gletser Thwaites di Antartika.

Jakarta, tvrijakartanews - Sebuah kapal selam yang mempelajari bagian bawah apa yang disebut "gletser kiamat " di Antartika telah hilang selama ekspedisi terbarunya. Kendaraan bawah air tanpa awak (AUV) bernama Ran menggunakan sensor untuk menyelidiki air di sekitarnya selama eksplorasi panjang di bawah es. Perjalanan terakhir Ran ke Gletser Thwaites, kapal selam ini menyelam di bawah es setebal 200–500 meter (650-1600 kaki). Gletser Thwaites juga dikenal sebagai gletser kiamat karena berpotensi menaikkan permukaan laut dunia beberapa meter jika mencair.

Anna Wåhlin, Profesor di Departemen Ilmu Kelautan di Universitas Gothenburg, dalam sebuah pernyataan mengatakan ini adalah kedua kalinya Wåhlin dan tim membawa Ran ke Gletser Thwaites untuk mendokumentasikan area di bawah es.

“Berkat Ran, kami menjadi peneliti pertama di dunia yang memasuki Thwaites pada tahun 2019, dan selama ekspedisi saat ini kami telah mengunjungi wilayah yang sama lagi. Bahkan jika Anda melihat pencairan dan pergerakan es dari data satelit, dari Ran kami mendapatkan gambar bagian bawah es dari jarak dekat dan informasi mengenai mekanisme apa yang menyebabkan pencairan tersebut," kata Wåhlin dikutip dari ifl science edisi (09/02/2024).

Selama penyelaman, kapal selam tidak terus-menerus melakukan kontak dengan peneliti yang mengoperasikannya. Sebaliknya, AUV mengikuti rute yang telah diprogram, dan menggunakan sistem navigasi canggih untuk menemukan jalan kembali dari bawah es ke perairan terbuka. Namun, setelah beberapa kali berhasil menyelam di bawah es pada bulan Januari, dalam satu perjalanan Ran gagal muncul di titik pertemuan. Meskipun dilakukan pencarian dengan peralatan akustik, drone, dan helikopter, tim tidak dapat menemukan Ran sejak saat itu.

“Ini seperti mencari jarum di tumpukan jerami, tetapi tanpa mengetahui di mana tumpukan jerami itu berada. Pada titik ini, baterai Ran sudah mati. Yang kita tahu hanyalah sesuatu yang tidak terduga terjadi di bawah es. Kami menduga kapal tersebut mengalami masalah, dan kemudian ada sesuatu yang menghalanginya untuk keluar," Wåhlin menjelaskan.

Tim yakin ini merupakan akhir yang menyedihkan bagi Ran, meskipun mereka mencatat bahwa ini adalah akhir yang lebih baik bagi kapal selam daripada menua dan mengumpulkan debu di garasi. Mereka sekarang berencana mengganti kapal selam tersebut, dan melanjutkan penelitian pentingnya.