Bawaslu DKI Jakarta Petakan Kerawanan TPS, Berikut Daftarnya
Cerdas MemilihNewsHotAdvertisement
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta (Foto: Pemprov DKI Jakarta).

Jakarta, tvrijakartanews - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta memetakan sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang berpotensi rawan pada Pemilu 2024.

Ketua Bawaslu DKI Jakarta Munandar Nugraha mengatakan, pemetaan kerawanan itu dihimpun dari sedikitnya laporan kerawanan TPS di 203 kelurahan pada enam kabupaten/kota.

"Hasilnya, terdapat 5 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 9 indikator yang banyak terjadi, dan 6 indikator yang tidak banyak terjadi, namun tetap perlu diantisipasi," kata Munandar dalam keterangan persnya, dikutip Senin (12/2/2024).

Munandar mengatakan, pengambilan data TPS rawan selama lima hari, terhitung sejak 5-7 Februari 2024, dengan melalui proses pemetaan berdasarkan tujuh variabel beserta indikatornya.

Adapun variabelnya, yakni penggunaan hak pilih, keamanan, kampanye, netralitas, logistik, lokasi TPS, jaringan listrik dan internet.

Dari tujuh variabel itu memperoleh hasil indikador sebagai berikut:

5 Indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi

1) 8.453 TPS yang terdapat Pemilih Tambahan (DPTb)

2) 1.317 TPS di wilayah rawan bencana (banjir, tanah longsor dan/atau gempa)

3) 282 TPS yang terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT (DPK)

4) 256 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat, dan

5) 207 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS.

9 Indikator TPS rawan yang banyak terjadi

1) 177 TPS memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian di TPS (maksimalH-1) pada saat Pemilu/Pemilihan

2) 131 TPS terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS

3) 121 TPS yang berada di dekat posko/rumah tim kampanye peserta pemilu

4) 93 TPS terdapat praktik pemberian uang atau barang pada masa kampanye dan masa tenang di sekitar lokasi TPS

5) 82 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih

6) 80 TPS di lokasi khusus

7) 70 TPS terdapat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, antar golongan di sekitar lokasi TPS

8) 69 TPS terdapat KPPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas, dan

9) 51 TPS memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS.

6 Indikator TPS rawan tidak banyak terjadi, tetapi perlu diantisipasi

1) 32 TPS dekat wilayag kerja (pertambangan, pabrik)

2) 26 TPS memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pada saat pemilu/pemilihan

3) 23 TPS memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilu

4) 23 TPS memiliki riwayat kerusakan logistik/kelengkapan pemungutan suara pada saat pemilu/pemilihan

5) 17 TPS, TPS sulit dijangkau

6) 2 TPS memiliki riwayat kasus tertukarnya surat suara pada saat pemilu/pemilihan.

Strategi pencegahan dan pengawasan

Dengan adanya pemetaan TPS rawan ini, Bawaslu DKI Jakarta meminta KPU, peserta pemilu, pemerintah dan aparat penegak hukum, pemantau, media dan seluruh masyarakat untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat pemilu yang demokratis.

Bawaslu DKI Jakarta melakukan strategi pencegahan, yakni berpatroli untuk mengawasi di wilayah TPS rawan, koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat.

Kemudian, Bawaslu DKI Jakarta pun berkolaborasi dengan pemantau pemilu dan pengawas partisipatif serta menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat.

"Bawaslu Provinsi DKI Jakarta juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik Pemilu di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih," kata Munandar.

Selain itu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta merekomendasikan KPU untuk menginstruksikan kepada jajaran PPS dan KPPS mengantisipasi kerawanan tersebut serta berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat dan stakeholder lainnya.

Hal itu bertujuan mencegah kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik maupun gangguan listrik dan jaringan internet.

"Kemudian, melaksanakan distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat (jumlah, sasaran, kualitas, waktu), melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat," tambah Munandar.