
Foto: study finds/ Karolina Grabowska dari Pexels
Jakarta, tvrijakartanews - Kebanyakan orang pernah mengalami perasaan berdenging di telinga kita setelah konser yang bising atau pekerjaan konstruksi. Bagi sebagian orang efeknya hanya bersifat sementara, namun bagi yang lain bisa menyebabkan kerusakan pendengaran yang bersifat permanen. Penelitian baru dari Fakultas Kedokteran Universitas Pittsburgh telah mengungkap mekanisme molekuler di balik gangguan pendengaran akibat kebisingan dan menunjukkan kemungkinan pilihan pengobatan. Hal ini termasuk obat bebas yang berpotensi mengubah keadaan dan kini sedang dikembangkan.
Melansir study finds (13/02/2024) para peneliti di Universitas Pittsburgh mengatakan mereka sedang menguji obat yang berpotensi membalikkan gangguan pendengaran akibat suara keras dan juga menawarkan perlindungan terhadap kerusakan yang berlangsung lebih lama. Para peneliti mengidentifikasi bahwa gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan adalah akibat dari kerusakan sel di telinga bagian dalam, terkait dengan kelebihan zinc yang mengambang bebas atau mineral yang penting untuk fungsi sel dan pendengaran. Mereka menemukan bahwa obat-obatan yang bertindak sebagai spons molekuler untuk menyerap kelebihan seng dapat memulihkan kehilangan pendengaran dan bila digunakan sebagai tindakan pencegahan, dapat mencegah gangguan pendengaran.
“Gangguan pendengaran akibat kebisingan mengganggu jutaan nyawa, namun karena faktor biologis dari gangguan pendengaran belum sepenuhnya dipahami, mencegah gangguan pendengaran merupakan tantangan yang terus berlanjut,” kata Profesor Thanos Tzounopoulos dari Pittsburgh Hearing Research Center, dalam siaran persnya.
Meskipun paparan kebisingan merupakan hal yang umum mulai dari ledakan di medan perang, suara ledakan, hingga konser rock, namun dampaknya terhadap pendengaran bisa sangat parah. Kerusakan sel tidak hanya menyebabkan suara teredam tetapi juga suara hantu seperti dering atau dengungan, suatu kondisi yang disebut tinnitus . Gangguan yang terus-menerus ini sangat mengurangi kualitas hidup mereka yang terkena dampak.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Science ini mengungkapkan bahwa penelitian tersebut melibatkan mempelajari sel-sel telinga bagian dalam tikus. Para ilmuwan memaparkan tikus pada suara keras yang mirip dengan suara di konser rock yang keras. Mereka menemukan bahwa beberapa jam setelah paparan, kadar seng di telinga bagian dalam melonjak drastis, menyebabkan kerusakan sel dan gangguan komunikasi sel .
Diketahui, seng merupakan mineral penting untuk banyak fungsi seluler, termasuk pendengaran, namun kelebihan seng bersifat racun. Banjir seng setelah paparan kebisingan menyebabkan sel-sel di telinga bagian dalam mulai mati dan mengganggu saluran komunikasi yang biasa mereka gunakan.
Untungnya, tikus yang diobati dengan senyawa pelepasan lambat yang menangkap kelebihan zinc bebas menunjukkan penurunan kerentanan terhadap gangguan pendengaran dan terlindung dari kerusakan akibat kebisingan. Tikus yang diberi “spons” seng yang melepaskan pelepasannya secara perlahan sebelum atau sesudah paparan kebisingan tidak mengalami kerusakan sel atau gangguan pendengaran sebanyak tikus yang tidak diberi pengobatan. Terobosan ini menunjukkan strategi potensial untuk mengatasi gangguan pendengaran dan meletakkan dasar bagi pengembangan pengobatan non-invasif yang efektif.
Lebih lanjut, para peneliti optimis untuk menguji lebih dalam mengenai pengobatan ini, yang bertujuan menjadikannya dapat diakses sebagai pilihan yang mudah dan dijual bebas bagi individu yang ingin mencegah gangguan pendengaran.
Bagi mereka yang sudah berjuang dengan gangguan pendengaran atau tinnitus, penelitian ini juga memberikan optimisme terhadap pilihan pengobatan di masa depan yang menargetkan regulasi zinc di telinga. Namun, kata Tzounopoulos, pendekatan terbaik adalah pencegahan.

