Tiga Pakar Hukum dan Sutradara Film 'Dirty Vote' Dilaporkan ke Polisi, Kubu AMIN: Lawan!
Cerdas MemilihNewsHotAdvertisement
Redaktur: TVRI Jakarta Portal Team

Cover film dokumenter 'Dirty Vote'. Foto Istimewa

Jakarta, tvrijakartanews - Kubu pasangan capres-cawapres, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau AMIN merespons laporan Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) terhadap tiga pakar hukum dan sutradara film 'Dirty Vote'. Ketiga pakar tersebut Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti beserta Dandhy Laksono dilaporkan ke Bareskrim Polri hari ini.

Menanggapi laporan tersebut, Jubir AMIN, Iwan Tarigan menyesalkannya. Menurut dia, film tersebut merupakan bagian dari kebebasan pers.

"Pelaporan ke Polisi diharapkan tidak terjadi, aktivitas jurnalisme investigatif adalah bagian dari kebebasan Pers yang dilindungi dalam UU Pers dan kebebasan berpendapat dari pinsip hukum dan HAM," ujar Iwan dalam keterangannya, Selasa, 13 Februari 2024.

Menurut Iwan, seharusnya film dokumenter 'Dirty Vote' seharusnya menjadi pelajaran bagi banyak pihak soal dugaan kejahatan dalam Pemilu 2024. Apalagi, menurut Jusuf Kalla atau JK kecurangan yang diungkapkan dalam film tersebut baru 25 persen dari kecurangan yang ada.

"Dan kita harus lawan, supaya jangan sampai presiden terpilih lahir dari kecurangan karena akan membahayakan masa depan demokrasi Indonesia dan semua rakyat harus bersatu padu melawan kecurangan di TPS Tgl 14 Feb 2024 dan memastikan dan menjaga suara yang di coblos jangan sampai dicurangi lagi," kata Iwan.

Dasar Pelaporan

Sementara itu, Ketua Umum DPP Foksi, M. Natsir Sahib, menilai film 'Dirty Vote' yang membahas kecurangan Pemilu 2024 telah merugikan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang ikut berkontestasi.

Dia menduga ada pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh keempat orang itu, terlebih film itu dirilis pada masa tenang menjelang hari pencoblosan.

"Di masa tenang memunculkan film tentang kecurangan Pemilu yang bertujuan membuat kegaduhan dan menyudutkan salah satu capres, itu bertentangan dengan UU Pemilu," ujarnya.

Guna memperkuat tuduhannya, Natsir menyinggung soal keterlibatan Zainal, Feri, dan Bivitri yang masuk dalam tim reformasi hukum di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) yang saat itu dijabat Mahfud Md yang mana menjadi cawapres nomor urut 3 mendampingi capres Ganjar Pranowo.

"Para akademisi itu telah menghancurkan tatanan demokrasi dan memenuhi unsur niat permufakatan jahat membuat isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga muncul fitnah dan data palsu yang disebar ke masyarakat," ucapnya.

Natsir menyebut sutradara dan ketiga akademisi itu telah melanggar Pasal 287 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dia juga mendesak agar Bareskrim Polri dapat menindak kasus ini secara profesional.

"Karena dilakukan di masa tenang, ini termasuk pelanggaran serius dan tendensius terhadap salah satu calon", ujarnya.