
Bawaslu RI tengah menggelar konferensi pers soal temuan permasalahan pemungutan suara pemilu, Kamis (15/2/2024).
Jakarta, tvrijakartanews - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan adanya 80.000 pemilih dalam satu tempat pemungutan suara (TPS) yang datanya masuk ke Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Padahal, KPU telah menetapkan maksimal pemilih dalam satu TPS tak lebih dari 300 orang, sebagaimana merujuk pada simulasi Pemilu 2019.
"Dalam proses ini tidak mungkin (setiap TPS lebih dari 300 pemilih). Tapi, bahkan ada temuan 80.000 (pemilih) dalam satu TPS. Ini lho hasil Sirekap itu," kata Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty di Jakarta Pusat, Kamis (15/2/2024).
Lolly mengatakan, Bawaslu saat ini masih menelusuri temuan penggelembungan data pemilih tersebut. Namun, ia tak memungkiri bahwa masalah itu bisa saja muncul ketika proses penginputan data tak terbaca di Sirekap.
"Nah dalam konteks ini, maka itu sedang kami cek. Kalau soal DPT kan sudah ada aturannya sendiri tetapi kita sama-sama tahu ada yang namanya DPTb, ada DPK. Yang Itu sangat fluktuatif di lapangan," ucap dia.
Untuk itu, Lolly menegaskan, pihaknya telah memberikan saran kepada KPU untuk segera memperbaiki sistem kerja Sirekap.
"Bawaslu langsung mengecek secara teknis, maka kita langsung memberikan saran perbaikan. Segera lakukan perbaikan Sirekap karena Sirekap ini kan antara data manual dan data yang masuk, begitu terbacanya beda, harusnya bisa dikoreksi di tingkatan bawah sehingga dia tidak blunder," imbuhnya.
Sebelumnya, KPU mengakui adanya kesalahan membaca data unggahan formulir C hasil plano dalam proses konversi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Menurut Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, kesalahan itu terjadi saat sistem konversi itu membaca data secara otomatis pada formulir C hasil plano yang diunggah.
"Sistem konversi sirekap yang membaca form tersebut secara otomatis akan muncul angka hitungan, di situ ada problem," kata Hasyim dalam konferensi pers di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis.
Kendati begitu, Hasyim memastikan bahwa KPU Pusat tetap memonitoring daerah mana saja yang unggahan formulir C hasil plano salah hitung setelah dikonversi di sirekap. Nantinya, KPU Pusat segera mungkin mengoreksi kesalahan sistem konversi tersebut.
"Jadi semua yang disampaikan kepada kami itu termonitor mana yang cocok dan tidak. Tentu saja untuk yang penghitungan atau konversi dari yang formulir ke angka-angka penghitungan akan kami koreksi sesegera mungkin," ucap dia.
Meski ada kesalahan sistem konversi, Hasyim menegaskan KPU tetap akan menggunakan Sirekap. Baginya, Sirekap menunjukkan transparasinya dalam menyajikan data yang bisa terus dipantau publik.
"Patut kita syukuri sirekap berjalan. Sekali lagi kalau tidak ada sirekap tentu situasinya gelap, tidak bisa kita ketahui perolehan suara sesungguhnya," imbuh dia.
Sebagai informasi, perbedaan data hasil c plano perolehan di TPS dengan hasil Sirekap ramai jadi perbincangan di media sosial X.
Salah satunya cuitan akun X @zenitlestari. Akun X tersebut menyajikan temuan warganet mengenai dugaan mark-up dalam data Sirekap lantaran hasinya tak sesuai formulir c hasil plano.

