
Foto: Rapat Pleno Rekapitulasi Kabupaten Bekasi
Bekasi, tvrijakartanews - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bekasi yang baru saja menyelesaikan pelaksanaan rapat pleno terbuka tingkat kabupaten hingga provinsi mendapatkan sorotan dari Aktivis Mahasiswa dan Akademisi Pemerhati Pemilu.
Pasalnya, KPU dan Bawaslu Kabupaten Bekasi banyak koreksi dalam mewujudkan pemilu yang langsung bebas rahasia jujur dan adil sebagai bentuk proses demokrasi yang yang substansial di bumi Swatantra Wibawa Mukti.
Aktivis Mahasiswa Universitas Pelita Bangsa, Vincentsius mengungkapkan Indonesia sebagai negara yang berproses menemukan mekanisme demokrasi yang dilaksanakan melalui pemilu langsung harusnya dilaksanakan secara lebih baik dari pemilu ke pemilu.
Salah satunya, kata Vincent, terkait rekapitulasi hasil Pemilu 2024 yang sudah dilaksanakan berjenjang dimulai dari perhitungan di TPS sampai rekapitulasi tingkat kabupaten.
"Melihat proses rekapitulasi, yang banyak sekali permohonan koreksi atas rekapitulasi tingkat kecamatan membuktikan tingkat pengawasan internal KPU Kabupaten Bekasi maupun pengawasan dari Bawaslu Kabupaten Bekasi lemah," ungkap Vincent kepada melalui telepon WhatsApp pada Selasa (19/3/ 2024).
Kendati demikian, Vincent menyebut ada beberapa hal yang menjadi catatan pihaknya selaku mahasiswa yang merupakan agent of social control terhadap kinerja KPU dan Bawaslu Kabupaten Bekasi yang dinilai lemah.
Ia menjelaskan catatan tersebut penting untuk dilakukan agar KPU dan Bawaslu bisa berbenah, terutama saat ini KPU-Bawaslu dihadapkan kepada agenda besar yakni Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati pada bulan November 2024 mendatang.
Menurut dia, yang pertama harus diperbaiki adalah sumber daya manusia penyelenggara KPU dan Bawaslu Kabupaten Bekasi.
Di antaranya KPU dan Bawaslu harus mengevaluasi kinerja Ad-hock secara totalitas atau bahkan seleksi ulang, tentunya berdasarkan pada kinerja pemilu 2024.
"Banyak indikasi (penyelenggara) ad-hock yang miskin etika dan integritas diantaranya menjadi partisan bahkan secara massif ikut serta mensukseskan kepentingan tertentu menandakan pemilu 2024 menurun kualitas integritasnya," imbuhnya.
Selain itu, Vincent menambahkan, penyelenggara pemilu yakni baik KPU dan Bawaslu tidak hanya memandang pemilu dan pemilihan sekedar pekerjaan 5 tahunan. Sebabnya penyelenggara pemilu itu seringkali melupakan aspek proses dalam membangun demokrasi yang lebih baik.
Namun demikian, Vincent bilang, melihat banyaknya praktik politik uang yang terjadi di masyarakat terlebih melibatkan para penyelenggara, akibat pembiaran penyelenggara pemilu diduga berprinsip 'yang penting hasil kondusif' tidak berprinsip 'membangun proses demokrasi yang lebih baik'.
Untuk itu, pihaknya meminta penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu Kabupaten Bekasi membersihkan para penyelenggara ad hoc yang miskin etika dan integritas untuk tidak lagi terlibat dalam Pilkada 2024.
Vincent mengancam jika KPU dan Bawaslu Kabupaten Bekasi masih memakai para oknum penyelenggara yang diketahui terlibat miskin etika dan integritas, pihaknya tak segan-segan akan melaporkannya ke DKPP.
"Kami berharap kedepan penyelenggara pemilu yang akan dilaksanakan oleh KPU Kabupaten Bekasi, begitupun dengan Bawaslu Kabupaten Bekasi yang senantiasa harus mengawasi total proses evaluasi atau seleksi ad hoc yang dijalankan oleh KPU Kabupaten Bekasi," tegasnya.
Sementara itu, Akademisi Universitas Islam 45 Bekasi yang juga Pemerhati Pemilu mantan Komisioner KPU Kabupaten Bekasi periode 2014-2019, Novan Andri Purwansjah mengakui momentum pelaksanaan pesta demokrasi masyarakat lima tahunan pada Pemilu 2024 kali ini memang mengalami trend peningkatan.
"Melihat dan membandingkan perjalanan Pemilu 2019 dengan Pemilu 2024 dari kualitas penyelenggaraan secara umum, Saya lihat ada peningkatan para penyelenggara yakni KPU, yang tadinya banyak hal yang tidak dipublikasikan seperti C1 hasil sekarang lebih transparan karena dengan adanya Sirekap," kata Novan.
Meskipun, sedikitnya terdapat peningkatan kualitas pada penyelenggaraan pemilu 2024 lantaran ada pembaharuan pada sistem aplikasi penyedia yang secara otomatis melakukan perhitungan suara akan tetapi tidak diperkuat dari sistem aplikasi tersebut sehingga membuat turunnya sebagian kepercayaan masyarakat.
"Disatu sisi ini memang meningkatkan kualitas tapi disatu sisi sistemnya ini tidak diperkuat dengan hasil yang maksimal artinya berkaitan dengan pembacaan nya itu membuat carut-marut dilapangan apalagi tentang tingkat kepercayaan pemilih atau masyarakat itu sendiri," kata dia.
Walaupun saat ini penyelenggara pemilu memakai metode perhitungan suara memakai metode terbarukan yang pengoperasiannya menggunakan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap, Menurut Novan, belum dimaksimalkan sistem 'IT' pada aplikasi pada Sirekap sehingga menimbulkan banyak persoalan-persoalan.
"Namun saya melihat memang Sirekap ini belum dimaksimalkan dalam 'IT' nya sehingga banyak persoalan-persoalan yang muncul dan ini tidak hanya di Kabupaten Bekasi saja, di Kabupaten/Kota lain juga hal serupa berkaitan Sirekap ini," ucap dia.
Novan menyampaikan, selain KPU, penyelenggara pemilu lainnya yakni Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bekasi juga sedikitnya mengalami trend peningkatan kualitas dari sisi pengawasan pada Pemilu 2024 kali ini. Pasalnya pengawasan yang diterapkan Bawaslu diberlakukan sampai di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Namun demikian, walaupun pengawasan terdapat disegala lini dan sektor mulai dari pengawasan di tingkat Kabupaten, Kecamatan, Desa hingga di Tempat Pemungutan Suara (TPS) para pengawas paling bawah kebanyakan tidak cermat dalam melakukan pengawasan.
"Kalo melihat dari Bawaslu dari satu sisi pengawasan meningkat dengan perannya melakukan pengawasan hingga adanya pengawas di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS)," ujar dia.
"Tapi kebanyakan pengawas tingkat TPS ini tidak di imbangi dengan bagaimana mencermati hasil yang tidak balance antara C1 hasil dengan Sirekap yang berbeda sehingga menjadi perdebatan," sambungnya.
Oleh sebab itu, kata Novan peran para penyelenggara baik KPU dan Bawaslu seharusnya bisa menyampaikan terlebih dahulu dari jauh-jauh hari kepada masyarakat bahwa untuk metode rekapitulasi perhitungan suara yang sah tetap menggunakan yang manual.
"Sebenarnya ini peran KPU dan Bawaslu bisa mencermati dan menyampaikan bahwa metode yang nanti akan dipergunakan itu tetap merupakan tahapan yang rekap manual, Berkaitan dengan banyaknya perbedaan perhitungan suara yang awalnya manual, penggunaan aplikasi Sirekap itu hanya bertujuan sebagai alat bantu hitung suara," tandasnya.

